"KALAU bacaan Al
Fatihah kita tidak sempurna, maka tidak sempurna pula shalat kita. Mending kalau
shalat sendiri, kalau jadi imam? Tentu bertanggung jawab dia atas makmumnya. Nah
Lho..! Apalagi bagi kaum hawa. Ibu itu Madrasatul Aulad, sekolahnya sang buah
hati. Hayo, bisa ngajarin anaknya baca Qur'an tidak nanti?"
Demikian canda seorang
ustadz di Ash-Shaff Education
di sela mengajar. Meski dianggap sebuah candaan, sebenarnya terkandung ibrah di dalamnya yang membuat kita
sejenak merenung kembali” “Sudah benarkah bacaan solat dan Al-Qur'an
kita selama ini? Jika belum, maka di sinilah kita harus mengenali
urgensi belajar tahsin dalam membaca Al-Qur'an.”
Tahsin secara harfiyah
berasal dari 'hassana-yuhassinu' yang
artinya 'membaguskan'. Kata ini sering digunakan sebagai padanan 'Tajwid' yang
berasal dari 'jawwada-yujawwidu'. Karena
itu, jumhur ulama kerap menyamakan pendefinisian tahsin itu dengan tajwid, yakni
'mengeluarkan setiap huruf hijaiyah sesuai tempat keluarnya (makhorijul huruf) dengan memberikan hak
dan mustahaknya'.
Dengan kata lain, metode
Tahsin ialah metode untuk menyempurnakan semua hal yang berkaitan dengan
kesempurnaan pengucapan huruf-huruf Al-Qur'an. Baik kesempurnaan sifat yang
senantiasa melekat padanya, maupun pengucapan hukum bacaan satu huruf dengan
lainnya seperti hukum nun mati dan tanwin, mim mati, hukum bacaan mad, dan
sebagainya.
Lalu, mengapa kita harus
belajar tahsin? Dari sisi definisi,
sudah jelas sekali fungsi metode tahsin
itu sama dengan tajwid, yakni untuk
membagusi bacaan Al-Qur'an. Meninjau kembali firman Allah dalam Q.S. Al
Muzammil ayat 4: "Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan tartil", menjadi landasan paling dasar yang tak bisa ditawar bahwa kita
harus membaca Kalam-Nya dengan kaidah
bacaan sesuai tajwid.
Selain memang perintah, membaca
Al-Qur'an dengan prinsip 'haqqa tilawah' yakni 'membaca dengan sebenar-benar
bacaan', sebagaimana diterangkan dalam QS. Al Baqarah: 121, merupakan refleksi
keimanan terhadap kitab-Nya. Bahkan jika tidak melaksanakan, diancam kerugian
dan kebinasaan abadi di akhirat nanti. Maka semangat untuk mempelajari Al
Qur'an dan menyempurnakan bacaannya merupakan bukti kejujuran beriman kepada
kitab-Nya.
Alasan selanjutnya, barangkali ini
yang paling mudah dipahami secara logika, untuk menghindarkan diri dari
kesalahan bacaan. Dalam ilmu tajwid, kesalahan ini dibedakan menjadi dua, Lahn Jaliyy dan Lahn Khafiyy. Lahn Jaliyy
merupakan kesalahan fatal yang bisa masuk kategori amaliyah haram, seperti
tertukarnya huruf yang dibaca, bahkan harakat dan baris karena kurangnya
kehati-hatian. Sedang kesalahan kedua, Lahn
Khafiyy, tergolong ringan. Seperti tidak menyempurnakan panjang pendeknya
bacaan. Dengan mempelajari Tahsin Al-Qur'an, maka setiap pembaca telah
mengenali kesalan ini dan berusaha menghindarinya.
Terlepas dari ketiganya, "Tahsin
hanyalah sebuah metode mempelajari Al-Qur'an sesuai kaidah yang benar. Adapun
metode lain yang sejenis, tapi bukan tahsin itu hanya beda nama. Sebenarnya
inti pembelajarannya sama, untuk membagusi bacaan Al-Qur'an, dan Ash-Shaff
mengajarkan itu dimulai dari Tahsin 1 sampai Tahsin 4, dalam waktu 6 bulan atau
4 bulan paling cepat," tandas Ayang, mengakhiri perbincangan menjelang
adzan asar, Sabtu sore itu. [Damae
Wardani/Bandung.Oke.Com]