TANGGAL 16 November ditetapkan sebagai hari warisan dunia, di mana
setiap negara di seluruh penjuru dunia berhak dan bisa mengajukan proposal untuk
mendapatkan ‘lisensi’ dan ‘sertifikat’ ke UNESCO untuk mendapatkan kucuran dana
operasional, rehabilitasi, dan pemeliharaan benda, bangunan, atau apa pun yang
dianggap sebagai warisan dunia.
Dengan persyaratan yang ketat dan
serba susah, Indonesia mengajukan tiga peninggalan nenek moyang untuk dijadikan
warisan dunia. Tetapi pengajuan tiga kekayaan bangsa Indonesia itu terlalu
sedikit. Kalaulah mau diabsen lagi, tidak akan terhitung dan bisa menjadi
Indonesia sentra warisan dunia.
Warisan dunia di Indonesia tersebar
dan merata di setiap provinsi dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari bangunan,
adat istiadat, budaya, bahasa, tempat wisata sebagai keindahan alam semuanya
ada dan lengkap.
Tidak hanya itu bagaimana nenek moyang
Indonesia dan para founding father telah mewariskan falsalah hidup,
fondasi negara, dasar-dasar ekonomi, politik, dan pembangunan sehingga bangsa
Indonesia yang baru lahir pada waktu itu, begitu disegani bangsa lain di dunia.
Harkat dan derajat bangsa yang usianya masih muda mampu duduk sama rata dan
berdiri sama tinggi dengan bangsa yang telah lahir dan maju berabad-abad
lamanya.
Warisan-warisan Sumber Daya Alam di
Indonesia pun begitu berlimpah ruah. Sampai beberapa kali upaya dan usaha
negara-negara imperialis memaksa mengambil dan memindahkan harta kekayaan bumi
dan seisinya dibawa kenegaranya. Kemudian tidak henti-hentinya negara tetangga
terus menggerogoti tanah warisan kita sebagai keturunannya.
Sungguh tidak ada yang kurang dengan
potensi alam dan kekayaan budaya kita. Namun entah kenapa, bangsa kita tidak
juga mampu bersaing dengan bangsa lain dalam membangun peradaban dunia. Saat
ini masih miskin kabar tentang bagaimana pengaruhnya Indonesia di kancah
internasional dalam menyikapi berbagai persoalan umat manusia. Kalau melihat
warisan tidak ada yang kurang bahkan surplus. Atau mungkin karena tidak
diwariskannya mental-mental petarung, petualang, pejuang, dan pelaut yang
sangat identik dengan nenek moyang kita.
Sudah menjadi tradisi dan trah sendiri
untuk bangsa Indonesia untuk urusan waris mewariskan. Dari dulu sampai
sekarang, tradisi mewariskan segala sesuatu kepada turunan bangsanya sendiri
terjadi di berbagai budaya di seluruh nusantara.
Namun warisan itu tidak hanya
keunggulan dan kehebatan bangsa yang bisa menengadahkan dan membusungkan dada
ketika berjalan di negara lain, tetapi warisan lain pun serta merta diturunkan,
seperti warisan budaya korupsi, warisan utang-utang luar negeri, konflik,
permasalahan politik yang carut marut, warisan lumpur lampindo, dan pastinya
kalau mau disebut masih banyak warisan-warisan pemimpin, pejabat terdahulu yang cuci tangan selepas masa jabatannya.
Kiranya cukup sudah warisan itu.
Kasihan generasi penerus yang masih terlalu hijau untuk menanggung beban dan
memikirkannya. Mereka butuh waktu, fokus, konsentrasi dalam belajar memahami,
mengamalkan, dan memperjuangkan warisan-warisan leluhur sebagai keajaiban dunia
dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai jati diri selaku bangsa Indonesia.
Biarkan mereka bangga dengan kekayaan negeri pertiwi. Jangan sampai mereka malu
dengan warisan dosa petinggi negeri. []
:: Encep Dulwahab,
Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung