BandungOke – Sebanyak 250 anak dari Yayasan 7 Kita+ menikmati perjalanan kereta api relasi Bandung-cicalengka bersama KAI Commuter Line Wilayah 2 Bandung. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Disabilitas Nasional.
“Kegiatan traveling by train white disability ini selain memberikan pengalaman berharga juga untuk memperkenalkan moda transportasi kereta api kepada anak-anak disabilitas,” kata VP Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus kepada wartawan. Kamis 12 Desember 2024.
“Kami berkomitmen melayani anak-anak difabel seperti masyarakat pada umumnya. Kami ingin mengenalkan tentang bagaimana bertransportasi, memberikan edukasi, dan mengajak menikmati perjalanan dengan Commuter Line,” imbuh Joni.
Joni menjelaskan perjalanan traveling by train white disability ini diawali dari Stasiun Bandung dengan rute menuju Cicalengka, Padalarang, dan kembali ke Bandung. Kegiatan tersebut diharapkan tidak hanya memberikan pengalaman menyenangkan, tetapi juga edukasi yang bermanfaat.
Joni menegaskan komitmen KAI menyediakan layanan ramah disabilitas di seluruh stasiun, termasuk wilayah Bandung.
Berbagai fasilitas seperti toilet khusus, jalur tunanetra, kursi roda, hingga petugas pendamping telah disiapkan untuk memastikan kenyamanan pengguna disabilitas.
“Kami ingin kereta api tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga ramah terhadap teman-teman disabilitas. Misalnya, petugas kami siap membantu mendorong kursi roda atau menuntun penumpang disabilitas yang membutuhkan,” tambahnya.
Di tempat sama, Ketua Yayasan 7 Kita+, Hendra Rades Puluma, menyampaikan, kegiatan tersebut memberikan pengalaman baru bagi anak-anak, sekaligus edukasi bagi orangtua dan petugas KAI.
“Kita ingin memperkenalkan anak-anak, terutama yang memiliki disabilitas mental, pada moda transportasi kereta api. Di dalam perjalanan ini, kami juga menyediakan sesi konseling bagi orang tua bersama praktisi dan ahli,” kata Hendra.
Hendra menyoroti pentingnya meningkatkan pemahaman terkait disabilitas mental di ruang publik. Sebab, ia menilai selama ini masih kurang mendapat perhatian.
“Kita sering bicara ramah disabilitas, tetapi hanya fokus pada disabilitas fisik. Dengan kegiatan ini, kami ingin memastikan anak-anak disabilitas mental juga merasa diterima dan dipahami, khususnya oleh para petugas frontliner KAI,” katanya.
Hendra pun mengapresiasi sambutan hangat para petugas KAI yang mendampingi anak-anak, mulai dari kedatangan hingga masuk ke dalam gerbong.
“Pelayanan seperti ini adalah bentuk ruang publik yang inklusif, yang benar-benar mendukung keluarga besar penyandang disabilitas,” pungkasnya.***
Discussion about this post