BandungOke – Demi meningkatkan peran Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dalam pembangunan di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan serta mencerdaskan anak bangsa, Ketua APTISI (Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia) Jawa Barat, Prof. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, MT. berharap pemerintah mendorong agar Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melakukan pembatasan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB), khususnya bagi jenjang diploma dan S1.
Menurutnya, perguruan tinggi negeri (PTN) sudah selayaknya fokus mengejar pada pemeringkatan perguruan tinggi dunia atau world class university. Untuk hal ini, PTN sebaiknya fokus pada program pendidikan (Prodi) di jenjang S2 (magister) dan S3 (doctoral), terutama Prodi yang belum mampu diselenggarakan PTS. Untuk Prodi yang umum biar diselenggarakan oleh PTS.
Hal itu diungkapkan Prof Eddy saat menerima audiensi Forum Wartawan Pendidikan (FWP) di kantor Sekretariat APTISI Jabar, Jalan Cimincrang, Kota Bandung, belum lama ini.
“Kita berharap PTN itu lebih fokus untuk meningkatkan kualitas pendidikan tingginya pada jenjang S2 dan S3. Sehingga PTN itu bisa diharapkan masuk pada top 100 dunia,” ungkapnya.
Dirinya melihat, sejumlah nama-nama PTN populer saat ini di Indonesia, hanya masuk peringkat di atas urutan 200 perguruan tinggi dunia.
“Jadi (PTN) kita belum ada yang (peringkat) di bawah 200 (peringkat perguruan tinggi dunia),” katanya.
Menurutnya, salah satu alasannya PTN tersebut masih fokus pada program pendidikan di jenjang S1. Dan penerimaan mahasiswa baru (PMB) di jenjang S1 nya juga jumlahnya sangat banyak bahkan berpotensi bisa menurunkan kualitas pendidikan.
“Mereka (PTN-red) sekarang fokusnya pada S1. Dan menerima (mahasiswa) dengan (jumlah) bukan main. Ada satu PTN yang menerima 20 ribu, ada yang 30 ribu. Nah dosen nya yang mana yang mengajar?,” ucap Prof Eddy.
Dirinya mencontohkan, bila dalam satu prodi hanya sepuluh dosen yang biasanya hanya menerima untuk mengajar di lima kelas, tiba-tiba menjadi 50 kelas.
“Bisa dibayangkan bagaimana kualitas pendidikan di situ?. Jangan-jangan yang ngajar itu adalah dosen antah berantah,” singgungnya.
Pada kesempatan ini, APTISI Jabar menyampaikan harapan terhadap pemerintah melalui kementerian dan Dirjen Dikti agar memberikan batasan kepada PTN dalam PMB.
“Kalo PTN masih menerima lima ribu masih wajarlah. Tapi kalau sudah diatas 10 ribu, 20 ribu, 30 ribu, kualitasnya bagaimana?,” lugasnya.
Lewat diskusi bersama Forum Wartawan Pendidikan, pihaknya menyoroti kualitas pendidikan yang dihasilkan oleh PTN yang memiliki jumlah mahasiswa yang luar biasa, dengan dukungan penuh dari pemerintah. Ada PTN yang menerima dukungan anggaran sebesar Rp1,5 triliun/tahun.
“Kita mempertanyakan kualitas pendidikannya. Sementara mereka PTN itu supporting dari pemerintah luar biasa. Jadi PTN-PTN yang besar selalu begitu, untuk PTS apa yang diberikan ke kita,” ucap Prof Eddy.
“Maka kita harapkan bahwa, PTN fokuslah pada peningkatan S2 dan S3. Berikan kesempatan pada PTS untuk mengelola D3 dan S1, sehingga bersama-sama kita bisa memajukan negeri ini,” harapnya.
Tak bermaksud untuk menyombongkan peran PTS di dalam kompetisi nasional dan internasional, Prof Eddy menyebut tidak selalu PTN yang menjadi juara. “Dari PTS itu banyak sekali prestasi prestasi yang membanggakan Indonesia. Juara robot tahun 2007 itu Unikom (Universitas Komputer Indonesia) yang juara dunia,” klaimnya.
Bahkan juara dunia Digital & ICT tahun 2024, diraih oleh mahasiswa Unikom pada penyelenggaraan World Skill Competition 2024 yang diselenggarakan di Lyon, Prancis.
Untuk itu, lanjut Prof Eddy, secara makro kebijakan itu yang terus didorong APTISI terkait penerimaan mahasiswa baru. Sementara, berbicara pada skala mikro dirinya berharap teman-teman di perguruan tinggi swasta untuk meningkatkan kualitas dan mempersiapkan secara internal. Jadi yayasan dan rektor harus bisa sinergi dengan baik, dalam mempromosikan keunggulan yang dimiliki perguruan tinggi.
“Tapi tidak boleh kita mempromosikan yang bagus-bagus tapi di dalamnya tidak bagus, kan orang lain juga menilai. Pihak yayasan dan rektor harus bisa bersinergi dengan baik untuk menerima dan memperoleh mahasiswa baru dalam jumlah semakin baik,” sarannya.
Bukan hanya itu, APTISI Jabar sebagai asosiasi yang menaungi sedikitnya 350 perguruan tinggi swasta juga akan mendukung langkah-langkah PTS dalam meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Dikatakan Prof Eddy, PTS harus mau membuka diri dan mau melakukan komunikasi pada APTISI.
“Maka yang kita imbau bahwa, teman-teman di PTS mangga (silahkan) kalau butuh bantuan APTISI selalu terbuka. Kita bisa sharing dan berbagi, apa yang bisa kita bantu akan kita bantu,” tuturnya.
“Karena memang motto kita itu, melangkah bersama maju bersama dan sukses bersama. Itu motto utama APTISI Jawa Barat,” pungkasnya.
Soal pembatasan PMB bagi PTN dan PTN harus lebih fokus pada jenjang S2 dan S3 merupakan dua dari enam isu yang penting dan menjadi perhatian APTISI.
Enam isu penting yang menjadi perhatian APTISI Jabar sebelumnya telah dipaparkan oleh Sekretaris APTISI Jabar, Dr. Supriyadi, S.E., M.Si., di awal pertemuan dan diskusi bersama FWP (Forum Wartawan Pendidikan).
Enam (6) isu penting yang disampaikan Dr. Supriyadi, S.E., M.Si., antara lain, pertama, Pembatasan PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) bagi PTN (Perguruan Tinggi Negeri); kedua, PTN besar sebaiknya fokus untuk program S2 dan S3, menuju world class university; ketiga, Tambahan tunjangan bagi dosen PTS.
Selanjutnya, isu keempat, APTISI ingin Peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) Dosen PTS; yang kelima, pembebasan pajak terkait pendidikan; dan terakhir poin keenam, terkait masalah Akreditasi. [SR]***