BandungOke – PT Kereta Api Indonesia (Persero) terus menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api dan pengguna jalan dengan menutup 74 perlintasan sebidang pada periode Januari hingga Maret 2025. Dari total tersebut, 24 merupakan perlintasan resmi yang telah terdaftar (register), dan 50 lainnya merupakan perlintasan liar yang tidak memiliki izin.
Vice President Public Relations KAI Anne Purba menyampaikan bahwa langkah ini sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2, yang mewajibkan penutupan perlintasan yang tidak memiliki Nomor JPL, tidak dijaga, dan/atau tidak berpintu dengan lebar kurang dari dua meter. Penutupan dilakukan untuk menjamin keamanan dan kelancaran operasional kereta api.
“Selama tahun 2024, KAI telah menutup sebanyak 309 perlintasan sebidang di berbagai wilayah operasional. Capaian ini menunjukkan upaya berkelanjutan KAI dalam memperkuat aspek keselamatan, sekaligus mengurangi titik potensi gangguan di jalur rel,” tambah Anne.
Data internal KAI mencatat saat ini terdapat 3.693 titik perlintasan sebidang di seluruh Indonesia, dengan komposisi 1.883 titik (50,98%) dijaga dan 1.810 titik (49,01%) tidak dijaga. Ketidakterjagaan ini berpotensi menimbulkan kerawanan bila tidak ditangani dengan pendekatan preventif dan kolaboratif.
“Sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko, KAI tidak hanya menutup perlintasan yang tidak sesuai ketentuan, namun juga aktif mengusulkan pembangunan perlintasan tidak sebidang seperti flyover dan underpass kepada pemerintah pusat dan daerah. Solusi ini diharapkan dapat mengurangi interaksi langsung antara kendaraan dan kereta api,” tukas Anne.
Langkah peningkatan keselamatan juga dilakukan melalui kegiatan sosialisasi di berbagai daerah. Dalam periode 2020 hingga 2024, KAI bersama stakeholder telah melaksanakan berbagai program edukatif, seperti kampanye keselamatan, pemasangan 1.553 spanduk peringatan, dan penertiban 646 bangunan liar di sekitar jalur rel.
Kegiatan sosialisasi tersebut melibatkan berbagai pihak, seperti Dinas Perhubungan, komunitas railfans, dan kepolisian, untuk menjangkau lebih banyak masyarakat secara langsung. Pendekatan kolaboratif ini dinilai efektif dalam meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya keselamatan di perlintasan sebidang.
Anne menegaskan bahwa faktor manusia memegang peran besar dalam menciptakan keselamatan di lintasan sebidang.
“Keberadaan rambu lalu lintas harus dihormati dan dipatuhi. Palang pintu dan penjaga hanyalah pelengkap, bukan jaminan utama. Disiplin dan kewaspadaan pengguna jalan menjadi kunci,” jelasnya.
KAI terus menghimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dan patuh pada aturan ketika melintasi perlintasan sebidang. Setiap pengguna jalan wajib memastikan kondisi aman sebelum melintas, termasuk berhenti, melihat, dan mendengar sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 114 UU tersebut mewajibkan pengguna jalan untuk mendahulukan perjalanan kereta api. Sementara itu, Pasal 296 memberikan sanksi pidana maksimal tiga bulan atau denda hingga Rp750.000,- bagi pelanggar yang nekat melintas saat sinyal peringatan berbunyi atau palang mulai menutup.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian pada Pasal 124 juga secara tegas mengatur bahwa prioritas utama di perlintasan sebidang adalah perjalanan kereta api. Ketentuan ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keselamatan seluruh pihak yang melintas.
“KAI menyatakan akan terus bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti setiap pelanggaran yang berpotensi membahayakan. Jika ditemukan unsur kelalaian yang menyebabkan dampak fatal hingga korban jiwa, sanksi pidana dapat dikenakan sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (4) UU LLAJ, yaitu penjara maksimal enam tahun dan/atau denda hingga Rp12 juta,” tegas Anne.
Dalam mengedukasi publik, KAI juga melibatkan komunitas pecinta kereta api (railfans) sebagai mitra strategis. Kehadiran mereka turut membantu menyebarluaskan informasi keselamatan melalui media sosial, forum, dan berbagai kegiatan kreatif lainnya.
Kampanye keselamatan juga rutin dilakukan bersama Dinas Perhubungan dan Kepolisian. Kegiatan seperti inspeksi bersama, pemasangan rambu tambahan, dan edukasi di lingkungan sekolah menjadi bentuk nyata kolaborasi untuk menciptakan lingkungan transportasi yang lebih aman.
“Kami percaya bahwa kolaborasi dan kesadaran kolektif adalah pondasi utama dalam mewujudkan sistem transportasi yang selamat dan berkelanjutan. KAI berkomitmen untuk terus melakukan langkah-langkah strategis demi mewujudkan perjalanan kereta api yang lebih andal, aman dan nyaman,” tutup Anne.