BandungOke – Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan optimisme tinggi dalam mewujudkan visi besar Indonesia Emas 2045.
Salah satu kunci utamanya terletak pada pemanfaatan bonus demografi secara maksimal, melalui pembangunan dan pemanfaatan satu data kependudukan yang komprehensif.
Sekretaris Kemendukbangga/BKKBN, Prof. Budi Setiyono, S.Sos., M.Pol. Admin., Ph.D mengatakan bahwa saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan besar karena belum memiliki sistem data kependudukan yang valid dan holistik. Padahal, data yang terintegrasi menjadi fondasi penting dalam menyusun kebijakan pembangunan manusia yang berkelanjutan.
“Kita sedang bergerak ke sana untuk perbaikan data kependudukan. Bank data secara komprehensif nantinya akan menjadi acuan sumber daya dan pembangunan manusia Indonesia,” kata Prof. Budi dalam bincang bersama media di Bandung belum lama ini.

Holistik dan Terintegrasi: Kunci Pengelolaan Kependudukan
Menurut Prof. Budi Setiyono, pendekatan holistik dalam pengelolaan kependudukan mencakup berbagai aspek penting seperti jumlah dan pertumbuhan penduduk, kesehatan, gizi, pendidikan, hingga kesejahteraan sosial.
“Dengan data yang akurat, pemerintah dapat membuat perencanaan yang tepat sasaran, seperti membuka lapangan kerja berdasarkan angka kebutuhan riil tiap tahun atau menetapkan daya tampung kampus berdasarkan jumlah calon mahasiswa,” katanya.
Sayangnya, kata Prof. Budi harus kita akui hingga saat ini, belum tersedia data nasional yang mampu memetakan kebutuhan dan potensi sumber daya manusia secara tepat.
“Hal ini berdampak pada ketidaksesuaian antara kebutuhan dunia kerja dan lulusan pendidikan, serta sulitnya merancang kebijakan ekonomi dan sosial secara presisi” tegasnya.
Grand Design Pembangunan Kependudukan dan Bonus Demografi
Disinggung mengenai Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK)
yang disusun BKKBN menjadi kerangka utama dalam merespons peluang bonus demografi. Bonus ini terjadi saat jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibanding usia non-produktif. Jika dikelola dengan baik, ini dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun, Prof. Budi menegaskan bahwa bonus demografi tidak otomatis membawa manfaat. Perlu strategi pembangunan yang matang dan berbasis data kependudukan.
“Bonus demografi akan menjadi kekuatan besar jika kita mampu memaksimalkannya. Tapi jika tidak, justru bisa menjadi beban,” katanya.
Dampak Positif dan Tantangan Bonus Demografi
Prof. Budi berpendapat, jika dikelola dengan tepat, bonus demografi akan berdampak pada:
1. Pertumbuhan ekonomi, melalui peningkatan konsumsi dan investasi.
2. Peluang tenaga kerja yang lebih luas dan penurunan angka pengangguran.
3. Perkembangan sektor publik, seperti pendidikan dan kesehatan.
Namun di sisi lain, ada juga tantangan yang mengintai adalah:
1. Lonjakan pengangguran, jika tidak dibarengi dengan pembukaan lapangan kerja.
2. Ketimpangan kualitas SDM, akibat kurangnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan industri.
3. Penuaan penduduk, yang akan membebani sistem jaminan sosial jika tidak dipersiapkan sejak dini.
Kolaborasi Hadapi Aging Population
Prof. Budi mengingatkan selain bonus demografi, salah satu isu krusial yang turut menjadi perhatian adalah meningkatnya jumlah penduduk lansia (aging population).
“Dibutuhkan sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam memastikan lansia tetap berdaya dan tidak menjadi beban sosial. Program seperti Lansia Berdaya diharapkan dapat menjawab kebutuhan layanan sosial dan kesehatan lansia secara berkelanjutan.
Prof. Budi menekankan, satu data kependudukan yang valid dan komprehensif adalah fondasi utama untuk meraih cita-cita Indonesia Emas 2045. Tanpa data yang akurat, pembangunan tidak akan pernah tepat sasaran.
“Bonus demografi bukan sekadar peluang, melainkan tanggung jawab besar yang harus diolah dengan cermat agar menjadi kekuatan bangsa, bukan beban masa depan,” pungkasnya.