BandungOke – Di tengah gempuran isu pangan global, krisis iklim, dan fluktuasi harga, Indonesia justru mencatat prestasi tak terduga dari sebuah daerah yang selama ini jarang jadi sorotan utama nasional: Cirebon. Kota pesisir ini kini menyandang gelar penyumbang serapan gabah beras terbesar di Indonesia melalui kinerja luar biasa BULOG Cabang Cirebon.
Per 21 Mei 2025, total serapan gabah mereka menembus angka 112.753 ton bukan hanya tertinggi tahun ini, tapi juga rekor tertinggi sepanjang sejarah BULOG.
Namun, pencapaian ini bukan hasil kebetulan atau semata keberuntungan geografis.
Di balik angka itu, ada kerja lapangan yang konsisten, strategi yang rapi, dan kolaborasi yang menyentuh akar rumput. “Kami membentuk 25 Tim Jemput Gabah. Setiap hari mereka turun langsung ke titik panen, menjemput gabah petani dan membayarnya di tempat,” ujar Mohamad Alexander, Pemimpin Wilayah Perum BULOG Jawa Barat. Kamis (22/5/2025)
Model ini mengubah paradigma: petani tak lagi menunggu tengkulak, tak perlu repot logistik, dan hasil panen dihargai sesuai harga pemerintah, yaitu Rp6.500/kg.
Ini bukan hanya strategi pasar, tapi juga bentuk penghormatan kepada petani sebagai fondasi ketahanan pangan bangsa.
Kolaborasi lintas sektor juga menjadi kunci. BULOG Cirebon bekerja erat dengan TNI, pemerintah daerah, penyuluh pertanian, dan mitra tani.
Panen tak hanya diatur oleh musim, tetapi juga dijadwalkan agar serapan berlangsung optimal dan stabil.
Cirebon tak sendiri. Dua wilayah lain di bawah Kantor Wilayah BULOG Jawa Barat, yakni Indramayu (95.672 ton) dan Karawang (77.581 ton), juga masuk dalam lima besar nasional.
Bersama Cirebon, ketiganya menempatkan Jawa Barat sebagai pemain dominan dalam ekosistem pangan nasional.
Total serapan dari delapan kantor cabang BULOG di Jawa Barat kini menyentuh 389.527 ton setara 70,74% dari target Mei 2025. Bahkan, stok beras yang dikuasai saat ini mencapai 563.056 ton, jumlah tertinggi yang pernah dicapai sepanjang sejarah BULOG Jabar.
Di tengah berbagai tantangan pangan global, kisah dari Cirebon ini memberi harapan bahwa ketahanan pangan Indonesia bukan utopia. Ia nyata, hadir dari desa-desa panen, dari tangan petani yang dibantu strategi cerdas dan kerja sama konkret.***
Editor : Dharma Surya






