Cirebon, Bandungoke — Sebuah misi sunyi kembali diemban oleh Tim Penggerak PKK. Bukan tentang seremoni atau agenda penghias laporan tahunan, tetapi tentang pendidikan karakter yang diam-diam bergerak dari rumah ke rumah.
Di Balai Kota Cirebon, pada Selasa pagi (3/6), Ketua TP PKK Jawa Barat, Siska Gerfianti, menyampaikan pesan yang lebih dalam dari sekadar pelantikan pengurus daerah.
Dalam sambutannya, Siska tak hanya menyampaikan arahan teknis, tapi membawa semangat besar: menjadikan PKK sebagai garda terdepan pembentukan karakter generasi muda. Ia menyebut program Gapura Panca Waluya—cageur, bageur, bener, pinter, dan singer—sebagai titik simpul harapan membentuk warga Jawa Barat yang tak hanya cerdas, tapi juga berbudi pekerti.
“Pendidikan karakter ini bukan semata program. Ia adalah kebutuhan zaman,” tegas Siska. Di tengah gempuran era digital, PKK, lewat Pokja I dan program Paaredi, diarahkan untuk kembali menyentuh jantung keluarga: pola asuh anak dan remaja. “Kami ingin orang tua hadir dan menjadi pelindung moral anak-anak mereka,” imbuhnya.
Jalan Sunyi PKK
PKK memang bukan lembaga flamboyan. Ia tak tampil di baris depan hiruk-pikuk media. Namun, justru di situlah letak kekuatannya. Ia bekerja diam-diam di jantung keluarga. Dengan 10 program pokok yang diwarisi sejak era Orde Baru, PKK kini ditantang menyelaraskan langkah dengan arah baru Jawa Barat: membentuk masyarakat yang istimewa dalam moral, spiritual, dan literasi digital.
Gapura Panca Waluya bukan sekadar jargon
Gubernur Jawa Barat telah menerbitkan surat edaran yang menuntut integrasi pendidikan karakter ke dalam aktivitas sekolah, termasuk melalui ekstrakurikuler semacam Pramuka, Paskibra, dan PMR.
Siska menekankan, PKK dapat memperkuat irisan ini, terutama dalam dua program pertama: penghayatan Pancasila dan gotong-royong.
Paaredi (Pola Asuh Anak dan Remaja di Era Digital) menjadi jembatan antara tantangan zaman dan nilai-nilai kebangsaan.
Ia mengajak orang tua untuk tak hanya melarang anak bermain gawai, tapi juga mendidik mereka menjadi bijak dan tangguh dalam dunia digital yang tak punya pagar.
Kota Setara, Perempuan Berkarya
Di tingkat lokal, Ketua TP PKK Kota Cirebon, Noviyanti Edo, memegang komitmen yang sama. Ia membawa konsep Setara Berkelanjutan—akronim dari Sejahtera, Tertata, Aspiratif, Aman, dan Berkelanjutan.
Di balik kata-kata itu tersimpan satu ambisi: menjadikan perempuan bukan hanya sebagai pengurus rumah tangga, tapi agen perubahan sosial.
“Kami ingin TP PKK hadir bukan hanya simbolis, tapi benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat. Dari ketahanan keluarga sampai ketahanan pangan,” ujar Noviyanti.
Dalam konteks Cirebon, kota pesisir yang kompleks dan dinamis—program PKK tidak selalu berjalan mulus. Tantangan sosial ekonomi, kerentanan perempuan, hingga perubahan pola asuh anak menjadi hambatan nyata.
Tapi Noviyanti menyadari bahwa perubahan tidak datang dari atas, melainkan dari komunikasi yang hidup antara pengurus dan warga.
Ikhlas, Bukan Beban
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, menutup acara pelantikan dengan pesan singkat tapi bermakna: jangan jadi beban. Kalimat itu terdengar ringan, tapi menyimpan harapan besar agar pengurus PKK tak terjebak dalam rutinitas administratif. “Bekerjalah dengan ikhlas,” pesannya.
Dalam lanskap birokrasi lokal yang kadang terseret pada formalitas dan pencitraan, PKK punya peluang langka: menyentuh yang tak terlihat. Bukan proyek bernilai miliaran, tapi pendidikan nilai yang bisa mengubah arah hidup seorang anak.
Di tengah zaman yang makin digital dan makin cepat, mungkin PKK adalah salah satu dari sedikit lembaga yang masih bicara tentang karakter, tentang moral, dan tentang Indonesia yang ramah, jujur, dan penuh kasihdari dapur, ruang keluarga, hingga masa depan bangsa.***