Bandung, (b) — Puluhan tahun sudah warga di RW 9 Kampung Cikawari, Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, hidup dalam bayang-bayang krisis air bersih.
Meski tinggal di kawasan perbukitan yang subur di ketinggian 1.450 meter di atas permukaan laut, akses terhadap air bersih tetap menjadi persoalan utama. Kondisi geografis membuat pengeboran sumur tidak hanya sulit, tetapi juga mahal.
Sebagai gantinya, satu-satunya solusi yang paling memungkinkan adalah mengalirkan air dari sumber yang berada jauh di atas kampung sekitar empat kilometer menggunakan selang.
“Masalahnya bukan tidak ada sumber air, tapi warga tidak mampu menarik air dari sumbernya karena jaraknya sangat jauh dan biaya selang yang dibutuhkan pun tinggi,” ujar Herry Dim, pengurus Yayasan Odesa Indonesia, dikutip Rabu (10/6), di Cikawari.
Herry yang juga seorang pelukis itu menjelaskan, dibutuhkan sedikitnya 4.000 meter selang untuk mendistribusikan air ke dua titik pembangunan toilet umum dan rumah-rumah warga. Namun hingga kini, pengadaan selang tersebut masih terkendala biaya.
Harga satu rol selang vinyl extruded (VE) berukuran 0,5 inci sepanjang 250 meter mencapai Rp2,6 juta. Jika dibutuhkan 4 kilometer selang, maka diperlukan biaya sekitar Rp41,6 juta. Angka ini tentu memberatkan warga yang sebagian besar hidup dengan penghasilan terbatas.
“Ini masalah hidup-mati. Air adalah kebutuhan dasar. Kita sedang berbicara tentang puluhan tahun penderitaan warga. Sudah waktunya penderitaan itu kita akhiri bersama,” ujar Herry.
Sanitasi Buruk, Harapan pada Dermawan
Selain krisis air bersih, persoalan lain yang mengemuka adalah sanitasi. Hingga kini, banyak warga tidak memiliki jamban layak. Kondisi ini memicu kekumuhan dan meningkatkan risiko penyakit.
Yayasan Odesa Indonesia tengah berupaya membangun tiga fasilitas MCK komunal di RW 9. Salah satu jamban umum hampir rampung, dibangun bersama Yayasan Kasih Persaudaraan Bangsa (Karsa). Dua lainnya masih dalam tahap perencanaan dan penggalangan dana.
Herry menegaskan, pembangunan toilet umum tidak akan bermanfaat tanpa adanya ketersediaan air. “Jamban akan jadi bangunan mati kalau air tidak tersedia.
Maka, pembangunan MCK dan pengadaan selang harus berjalan beriringan,” katanya.
Iyus (50), tokoh masyarakat setempat, mengaku sudah lelah dengan kondisi ini. Namun, keterbatasan ekonomi membuat warga tidak memiliki pilihan. “Bosen mah bosen atuh, tapi da kumaha deui. Masyarakat mah teu bisa nanaon,” tuturnya lirih.***
Editor : Denny Surya