BANDUNG, BandungOke.com — Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahap I jenjang SMA, SMK, dan SLB di Jawa Barat tahun ajaran 2025/2026 kembali menuai sorotan tajam.
Forum Wartawan Pendidikan Jawa Barat (FWP Jabar) menilai, meskipun secara umum proses berjalan lancar, sejumlah persoalan krusial tetap mengemuka, mulai dari gangguan server di awal pendaftaran hingga munculnya kembali praktik titipan calon siswa oleh oknum aparat.
Dibuka sejak 10 Juni dan ditutup pada 16 Juni 2025 pukul 20.00 WIB, proses daring ini mencakup berbagai jalur pendaftaran untuk SMA dan SMK, serta seleksi khusus untuk SLB. Namun, dua hari pertama pelaksanaan justru dibayangi lumpuhnya sistem akibat server pusat yang tidak sanggup menampung lonjakan akses pendaftaran.
“Hampir di seluruh 27 kabupaten/kota, para orangtua dan calon murid mengalami kesulitan besar mengunggah berkas. Banyak yang akhirnya memilih datang langsung ke sekolah karena panik,” ungkap Ketua FWP Jabar, Ahmad Mualif, saat konferensi pers, Selasa (17/6/2025).
Menurut Ahmad, situasi ini diperburuk dengan kondisi infrastruktur internet yang belum merata, terutama di daerah pelosok.
“Di beberapa titik, jaringan masih sangat lemah. Ini menunjukkan bahwa kesiapan teknis pemerintah provinsi dalam mengelola sistem berbasis daring belum matang,” ujarnya.
Lebih jauh, FWP Jabar menemukan fakta mencemaskan: praktik titipan masih mewarnai proses seleksi, kendati telah ada pakta integritas dan pernyataan resmi dari Gubernur Jawa Barat untuk menolaknya.
“Oknum aparat mencoba menitipkan calon siswa ke sekolah favorit. Meski ditolak, upaya semacam ini tetap menunjukkan adanya celah dalam sistem yang seharusnya steril dari intervensi,” katanya.
Fenomena serupa juga terjadi di SMK, di mana banyak pendaftar memilih datang langsung untuk berkonsultasi mengenai jurusan dan peluang kerja. Namun, alasan lainnya adalah kendala perangkat atau ketidaktahuan teknis, jadi ironis di tengah ambisi digitalisasi pemerintah.
Berbeda dengan SMA, di mana sebagian besar pendaftar dianggap lebih mampu menavigasi sistem daring secara mandiri, proses di SMK dan SLB menampakkan ketimpangan akses dan kesiapan informasi yang masih menjadi pekerjaan rumah besar.
Meskipun Ahmad mengapresiasi upaya sekolah menjaga integritas, ia menekankan bahwa transparansi belum cukup jika tidak diiringi pengawasan ketat dan penindakan tegas terhadap pelanggaran.
FWP Jabar berkomitmen untuk terus mengawal SPMB sebagai bentuk kontrol sosial, sesuai amanat UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan UU Keterbukaan Informasi Publik No. 14 Tahun 2008.
“Proses harus transparan, adil, dan bebas dari intervensi. Kami tidak ingin publik kembali disuguhi sandiwara integritas yang tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan,” pungkas Ahmad.***