BandungOke.com — Tangan mungil Damar, 13 tahun, mendorong pelan kursi roda neneknya yang sudah renta. Wajah Sunarti (66), perempuan paruh baya berselendang cokelat tua dan berkebaya lusuh, tampak menahan nyeri.
Ia baru saja pulang berobat dari sebuah Sakit Umum Daerah, namun pikirannya melayang jauh saat ia membaca berita Pemerintah Provinsi Jabar yang memiliki tunggakan BPJS karena ada pemerintah daerah belum menunaikan kewajibannya.
“Katanya sistem BPJS-nya nunggak. Saya takut ada imbasnya apalagi nanti jika nanti nenek saya harus rawat inap,” ujar Damar dengan mata berkaca-kaca, Selasa (24/6/2025).
Mereka bukan satu-satunya. Di pelosok-pelosok Jawa Barat, ribuan warga kecil seperti Sunarti menjadi korban dari keputusan fiskal yang lebih mementingkan anggaran Pilkada senilai Rp1,6 triliun ketimbang menyelamatkan nyawa warga.
Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, berdalih bahwa tunggakan BPJS sebesar Rp330 miliar lebih terjadi karena dua kabupaten tidak mengusulkan di RKPD dan karena dana diprioritaskan untuk Pilkada.
Alasan itu terdengar elitis dan birokratis bagi rakyat seperti Sunarti. Mereka tak pernah tahu apa itu RKPD, tak peduli siapa yang tak mengusulkan. Yang mereka tahu, mereka butuh berobat. Dan negara yang seharusnya hadir, justru melempar tanggung jawab.
“Kalau layanan berhenti bagaimana? nanti nenek saya bisa tambah parah sakitnya” ujar Damar lirih.
Ironisnya, para pejabat dengan mudah menyebut bahwa “pelayanan kesehatan tetap berjalan” meski BPJS nunggak. Tapi faktanya benarkah seperti itu? terutama untuk pasien Jaminan Kesehatan Daerah yang pembayarannya disubsidi Pemprov.
Bukankah, seharusnya, jaminan kesehatan adalah hak dasar, bukan barang mewah yang bergantung pada anggaran politik.
Di balik narasi anggaran dan prioritas pembangunan, ada ribuan kisah seperti Sunarti yang luput dari perhatian. Mereka menjadi korban dari tata kelola yang memihak elite, bukan rakyat.
Pemprov boleh berdalih, menyalahkan kabupaten atau alasan teknis. Tapi warga kecil tak bisa menunggu. Bagi mereka, satu hari tanpa layanan kesehatan bisa berarti kehilangan nyawa.
Hingga berita ini diturunkan, redaksi belum berhasil menghubungi penyelenggara BPJS baik di tingkat Provinsi maupun Kota/Kabupaten.***