Bandung, BandungOke.com – Satu keputusan administratif yang tampak sederhana justru menyalakan api kontroversi di Jawa Barat.
Gubernur Dedi Mulyadi mengganti nama RSUD Al-Ihsan menjadi RSUD Welas Asih. Alasan yang disampaikan: rebranding, pendekatan lokalitas, dan penyederhanaan citra. Namun yang diterima adalah perlawanan!
Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat langsung menolak langkah tersebut. Ketua API Jabar, Ustaz Asep Syaripuddin, menyebut kebijakan itu sebagai bentuk pengingkaran terhadap sejarah dan identitas Islam di Jawa Barat.
“Nama Al-Ihsan itu bukan pemberian pejabat, tapi buah perjuangan para ulama,” ujar Kang UAS – Sapaan Akrab Ustaz Asep Syaripuddin kepada wartawan, Jumat (4/7/2025).
Dari Yayasan Ulama ke Pemerintah: Jejak yang Dihilangkan
Rumah sakit ini didirikan oleh Yayasan Al-Ihsan pada 1993. Enam tokoh Jawa Barat dari unsur ulama dan pemerintah menjadi pendirinya. Sejak awal, ia diniatkan sebagai amal usaha umat Islam untuk membumikan pelayanan kesehatan berbasis nilai spiritual.
“Peletakan batu pertamanya dilakukan saat Ramadan. Ada doa, ada niat, ada ruh,” tegas Kang UAS.
Perjalanan itu bertahan hingga 2004, sebelum diambil alih pemerintah provinsi. Meski berganti status, namanya tetap RSUD Al-Ihsan. Hingga datang Dedi Mulyadi yang menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat.
Dengan keluarnya keputusan baru, nama itu hilang. Diganti “Welas Asih” yang, menurut pemerintah, lebih akrab dan lokal. Namun, bagi kalangan Islamis, ini bukan hanya soal nama. Ini adalah simbol dan identitas yang dibajak.
Politik Simbol, Luka Ideologis
BandungOke.com mencatat, ini bukan pertama kalinya Gubernur Dedi Mulyadi menuai kritik dari kalangan Islamis. Saat menjabat Bupati Purwakarta, Dedi gencar membangun patung-patung sebagai simbol budaya.
Proyek itu dikritik keras karena dianggap mengikis nilai-nilai religius. Kini, langkah mengganti nama RSUD Al-Ihsan membuka kembali luka itu.
“Jangan bungkus agenda ideologis dengan jargon budaya,” kata Kang UAS. “Rebranding ini mencurigakan. Apa motif sesungguhnya?” tanya Kang UAS.
Identitas Terbelah
Bagi kalangan pesantren, istilah “Al-Ihsan” bukan sekadar bahasa Arab. Ia memuat makna: berbuat baik karena Allah melihat. Nilai itu dianggap lebih kuat ketimbang “Welas Asih” yang meskipun indah, tidak punya akar historis ke RS itu.
Pertanyaannya, mengapa menghapus sesuatu yang punya makna dalam dan sejarah panjang? Apakah ini bentuk upaya netralisasi identitas Islam di ruang publik?
Sementara itu, Gubernur Dedi tetap diam. Tak ada keterangan resmi selain rilis singkat soal rebranding.
Penolakan Menguat
API Jabar kini tak sendiri. Sejumlah ormas Islam, pengurus pesantren, dan alumni rumah sakit itu menyuarakan hal serupa. “Jika dibiarkan, ini akan jadi preseden buruk. Jangan anggap enteng sensitivitas umat,” kata Kang UAS.
BandungOke.com mencatat, wacana penolakan juga mulai menggema di media sosial dan forum-forum keagamaan. Ada tuntutan agar DPRD Jawa Barat memanggil gubernur dan mengevaluasi keputusan tersebut.
Menimbang Arah Kebijakan
Kang UAS menegaskan, pergantian nama seharusnya memperkuat, bukan memecah. Namun yang terjadi di Jawa Barat justru sebaliknya. Keputusan Gubernur Dedi Mulyasi berisiko menggoyang fondasi kepercayaan antara pemerintah dan kelompok keagamaan.
Pertanyaan akhirnya adalah: apakah perubahan ini bentuk ketidaksensitifan, atau strategi panjang untuk menggeser orientasi identitas Jawa Barat?
“Perubahan nama hanyalah permukaan. Di bawahnya, ada pertarungan tafsir, arah sejarah, dan upaya kontrol atas narasi publik,” pungkasnya.***






