Bandung. BandungOke — Teras Cihampelas kembali diangkat dari tidur panjangnya. Kali ini, Pemerintah Kota Bandung menjanjikan “strategi baru” untuk menghidupkan kawasan yang sejak awal pembangunannya sudah penuh kontroversi.
Tapi publik berhak bertanya ini strategi baru atau akal-akalan lama?
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, dalam pernyataannya pada Selasa, 15 Juli 2025, menyebut bahwa Teras Cihampelas akan dijadikan bagian dari “pengembangan kawasan ekonomi baru”. Beberapa pengusaha, katanya, sudah menyatakan minat untuk berinvestasi.
“Kita akan bantu melalui kolaborasi dan fasilitasi,” ujar Erwin. Janji yang terdengar familiar, klise birokrasi yang sudah terlalu sering diucapkan tapi jarang dibuktikan.
Diresmikan penuh gegap-gempita pada 2017, Teras Cihampelas awalnya digadang sebagai skywalk modern, ikon baru pariwisata kota, dan surga UMKM. Namun dalam beberapa tahun, tempat ini berubah menjadi ruang kosong tanpa nyawa, lapak tutup, pengunjung sepi, infrastruktur terbengkalai.
Alih-alih menjadi magnet ekonomi, Teras Cihampelas justru menjadi contoh gagalnya perencanaan perkotaan berbasis kebutuhan warga. Pemerintah sibuk membangun monumen, tapi lalai dalam manajemen pasca-pembangunan.
Kini, tujuh tahun berlalu, Pemkot Bandung kembali menjual mimpi dengan bumbu baru: kolaborasi, sentra UMKM, dan investasi. Namun tidak ada rincian konkret soal skema bisnis, keterlibatan komunitas, apalagi evaluasi kegagalan sebelumnya. Siapa pengusahanya? Apa bentuk investasinya? Bagaimana mekanisme partisipasi publik? Semua masih kabur.
“Kita pertahankan Teras Cihampelas ini menjadi manfaat yang lebih baik,” ucap Erwin. Kalimat normatif yang bahkan tak bisa menjelaskan akar masalah, mengapa selama ini tidak bermanfaat?
Pemkot Bandung seolah lupa bahwa revitalisasi ruang publik tidak cukup hanya dengan jargon ekonomi kreatif. Masyarakat membutuhkan jaminan keberlanjutan, bukan proyek yang hanya ramai saat peresmian.
Teras Cihampelas bukan butuh wacana, tapi keberanian mengevaluasi kesalahan, dari desain ruang yang tak ramah pengguna, konsep bisnis yang tidak realistis, hingga pembiaran fasilitas rusak tanpa pemeliharaan.
Kebijakan publik yang baik tak bisa dibangun di atas panggung retoris dan wacana kosong. Teras Cihampelas hari ini adalah monumen dari kegagalan itu.
Bila Pemkot serius ingin mengubahnya, langkah pertama bukan strategi baru, tapi mengakui kesalahan lama — dan belajar darinya.***
Editor : Deny Surya