BANDUNG, BandungOke — Di tengah riuhnya wacana nasional soal KKN tematik, Universitas Al Ghifari (Unfari) Bandung telah sejak lama menerapkan konsep ini sebagai bagian integral dari pengabdian masyarakat.
Mahasiswa Unfari tak hanya hadir di desa, tapi meninggalkan jejak yang mengubah hidup warga.
Salah satu contoh paling menonjol datang dari Kabupaten Subang. Di sana, mahasiswa KKN dari Program Studi Teknologi Pangan menginisiasi pengolahan kulit nanas menjadi sirup bernilai jual.
Inovasi ini tidak hanya mencegah limbah pangan, tapi juga berhasil meningkatkan pendapatan petani setempat.
“Mahasiswa kami sudah melaksanakan KKN tematik jauh sebelum pemerintah menggaungkannya,” ujar Rektor Universitas Al Ghifari, Prof. Dr. H. Didin Muhafidin, S.I.P., M.Si., Rabu (23/7/2025)
“Contohnya di Subang, mereka bantu petani olah kulit nanas menjadi sirup. Hasilnya, tidak ada lagi nanas yang terbuang, dan nilai jualnya meningkat signifikan.”
Tak hanya Subang, kontribusi mahasiswa Unfari juga terasa kuat di wilayah Kabupaten Bandung. Di sana, mereka membantu warga setempat dalam mengembangkan panganan tradisional opak agar tampil lebih menarik dan variatif.
Mulai dari diversifikasi rasa hingga pengemasan modern dan pendampingan pemasaran daring dilakukan secara intensif.
“Opak bukan sekadar makanan khas lagi, kini sudah punya nilai jual lebih tinggi berkat sentuhan mahasiswa,” tambah Prof. Didin. “Kami ingin ilmu yang dipelajari di bangku kuliah bisa langsung memberi manfaat nyata di tengah masyarakat.”

Pendidikan Berbasis Keislaman, Kesundaan, dan Jiwa Wirausaha
Apa yang dilakukan mahasiswa Unfari bukanlah kebetulan. Semua berakar pada filosofi pendidikan yang diusung kampus ini. Dengan tagline “Mencetak Generasi Unggul Berbasis Keislaman, Kesundaan, dan Entrepreneurship,” Unfari menanamkan nilai-nilai kearifan lokal, keimanan, dan semangat inovasi ke dalam setiap program akademik dan non-akademik.
Unfari juga memiliki visi besar: menjadi perguruan tinggi unggul dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang berpijak pada nilai-nilai Islam, budaya Sunda, dan kewirausahaan.
“Mahasiswa kami bukan hanya pintar di kelas. Mereka harus peka terhadap persoalan masyarakat, tahu cara memecahkannya, dan tetap menjaga nilai-nilai budaya serta agama yang kita pegang,” tegas Prof. Didin.
Komitmen tersebut membuat Unfari tampil berbeda di tengah persaingan perguruan tinggi. Kampus yang berlokasi di Jalan Cisaranten Kulon, Arcamanik, Bandung ini secara aktif mencetak lulusan yang tidak hanya siap kerja, tapi juga siap membangun—baik desa, budaya, maupun bangsa.
Mengakar di Masyarakat, Mengglobal lewat Aksi Nyata
Dari pengolahan kulit nanas menjadi sirup hingga transformasi pangan lokal seperti opak, mahasiswa Unfari menunjukkan bahwa kampus tak harus berada di menara gading. Mereka hadir, bekerja bersama masyarakat, dan memberikan solusi nyata dari ilmu yang mereka miliki.
Semangat ini juga menunjukkan bahwa pendidikan tinggi sejatinya adalah tentang kebermanfaatan. “Kami ingin lulusan Unfari kembali ke masyarakatnya, membangun desanya, dan menjadi motor perubahan. Itulah makna dari visi kami,” tutup Rektor.***