Majalengka, BandungOke.com – Sebuah drone tempur buatan dalam negeri akhirnya mengudara.
PT Dirgantara Indonesia (PTDI) resmi melaksanakan uji terbang pesawat tanpa awak jenis Medium Altitude Long Endurance (PTTA MALE) bernama Elang Hitam di Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Senin, 28 Juli 2025.
Uji coba ini bukan sekadar manuver teknis, melainkan penanda ambisi Indonesia untuk mandiri dalam teknologi strategis pertahanan udara.
Uji terbang dilakukan dengan pengawalan pesawat Kodiak milik PTDI yang bertindak sebagai chaser aircraft, guna memantau kinerja dan menjamin aspek keselamatan. Bagi PTDI, ini adalah fase penting dari proses panjang menuju sertifikasi resmi dan pengakuan sistem udara nirawak nasional.
Proyek Elang Hitam bukan kerja satu badan. Ia dibangun lewat skema konsorsium nasional yang melibatkan sejumlah institusi strategis seperti Kementerian Pertahanan RI, TNI AU, PT Len Industri, Institut Teknologi Bandung (ITB), serta BRIN yang membawahi eks-BPPT dan LAPAN.
PTDI sendiri bertindak sebagai lead integrator—pengendali utama yang memimpin seluruh tahapan mulai dari desain konseptual, prototyping, hingga pengujian.
“Ini bukan sekadar uji terbang, tapi pembuktian penguasaan teknologi kunci, termasuk sistem kendali otomatis dan komunikasi jarak jauh yang jadi syarat utama PTTA kelas MALE,” ujar Moh Arif Faisal, Direktur Niaga, Teknologi & Pengembangan PTDI di kutip Selasa (29/7/2025)
“Konsep ini akan menjadi fondasi pengembangan drone strategis ke depan.” imbuhnya.
Sebagai drone MALE pertama buatan Indonesia dengan bobot lebih dari satu ton, Elang Hitam dirancang mampu mengudara selama 24 jam pada ketinggian 20.000 kaki.
Arsitektur sistemnya modular dan terbuka, memungkinkan adaptasi misi, baik militer seperti pengintaian dan pengawasan perbatasan, maupun sipil seperti mitigasi bencana dan patroli maritim.
Dengan teknologi yang dikembangkan secara independen, Elang Hitam tak sekadar menjadi produk, tetapi simbol transisi Indonesia dari pengguna teknologi ke negara perancang. Dalam kancah global, hanya segelintir negara—seperti Amerika Serikat, Turki, dan India—yang mampu merancang dan memproduksi drone MALE sendiri.
Langkah ini juga menindaklanjuti arahan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang menekankan pentingnya membangun ekosistem pertahanan nasional berbasis kolaborasi antarlembaga.
Elang Hitam, dengan segala kerumitannya, menjadi cerminan potensi ekosistem tersebut jika dikelola secara berkelanjutan.
“Pesawat ini bukan akhir, tapi awal dari lompatan teknologi kita. Elang Hitam adalah fondasi industri drone strategis Indonesia,” tegas Arif Faisal.
Jika sukses melewati semua tahapan sertifikasi, Indonesia akan resmi bergabung ke dalam barisan elite negara produsen drone MALE.
Tantangannya kini bukan lagi membangun, melainkan memastikan keberlanjutan: dari lini produksi, pembiayaan, hingga keberpihakan kebijakan negara.***
Editor : Deni Surya