Bandung, BandungOke — Rabu pagi, 6 Agustus 2025 lalu, pintu-pintu besi Kebun Binatang Bandung terkunci rapat. Bukan karena libur rutin, tapi akibat invasi mendadak yang mengusir paksa pengelola sah Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) dan para pekerjanya.
Di balik pagar, ratusan satwa—dari bayi karnivora hingga seekor anak orangutan—diam dalam penantian. Mata mereka menatap ke luar, menunggu pakan, air, dan sentuhan perawat yang tak kunjung datang. Bagi bayi satwa, keterlambatan berarti ancaman kematian.
“Tidak ada konteks apa-apa, kita jalan normal. Tiba-tiba mereka datang, menggeruduk, mengunci semua pintu, karyawan disuruh keluar, sampai pakan tidak bisa masuk,” kata Sulhan Syafi’i, Humas Bandung Zoo, dengan suara bergetar. Senin (11/8/2025)
Jam bergeser menuju pukul 10.30 WIB. Bayi satwa yang biasanya mendapat susu pukul 6–8 pagi mulai lemas. “Kalau sampai jam 11 tidak dikasih susu atau makan, mereka akan lemas dan berpotensi tewas,” tegas Sulhan.
Pekerja Bertahan di Tengah Tekanan
Meski diusir, sebagian pekerja tetap bertahan di sekitar lokasi. Tugas mereka bukan sekadar pekerjaan; itu adalah janji hidup untuk makhluk yang bergantung penuh pada tangan manusia. Seekor anak orangutan meraih tepian kotaknya, mencoba mendekati sosok yang dikenalnya di luar pagar. Karnivora kecil meringkuk, burung-burung memekik, rusa gelisah.
“Satwa-satwa ini harus diselamatkan, dan kami tidak ingin fakta diputarbalikkan,” ujar Sulhan. Beberapa jurnalis yang hadir menyaksikan langsung larangan masuk bagi karyawan dan pakan. “Kalau mau tahu kenapa pakan tidak boleh masuk, tanya saja pada mereka yang melarang,” tambahnya.
Kerugian Lebih dari Sekadar Uang
Hari itu, lebih dari seratus tiket pengunjung online terpaksa diganti. Namun Sulhan menegaskan, yang hilang bukan sekadar rupiah. “Nyawa satwa tak boleh diabaikan karena akan menimbulkan bencana ekologi,” katanya.
Tiket adalah sumber utama pemasukan untuk pakan dan gaji karyawan. Penutupan yang berkepanjangan berarti rantai perawatan satwa akan terganggu. Hubungan batin yang terjalin bertahun-tahun antara perawat dan satwa terancam putus.
Fokus pada Penyelamatan
Di tengah sengketa kepemilikan, Sulhan menegaskan prioritasnya. “Masalah klaim pengelolaan tidak kami pikirkan sekarang. Fokus kami adalah menyelamatkan satwa di dalam dan memastikan karyawan tetap bekerja,” ujarnya.
Ia sadar, setiap hari keterlambatan membawa mereka lebih dekat pada kehilangan yang tak bisa ditebus. “Kalau berlarut-larut, dampaknya bukan hanya pada kami, tapi juga pada satwa dan masyarakat yang ingin berkunjung,” katanya.
Di balik kandang, seekor bayi satwa mungkin tak mengerti soal perebutan kekuasaan. Yang mereka tahu hanya satu hal: manusia yang mereka percayai belum datang, dan rasa lapar itu semakin dalam.