Bandung, BandungOke.com – Pagar besi Kebun Binatang Bandung kini hanya menjadi saksi bisu. Di baliknya, harimau menatap kosong, gajah menggoyangkan belalainya pelan, Belalainya mengais tanah, mencari sisa rumput yang tak lagi hijau.
Sejumlah burung-burung hutan pun kehilangan kicau riang mereka. Bukan karena sakit, tapi karena perut mereka yang mulai merintih.
Sejak pintu gerbang tertutup rapat, denyut kehidupan di dalamnya melambat. Tak ada tawa pengunjung, tak ada aroma jagung bakar, tak ada pemasukan.
Sementara kebutuhan pakan satwa terus menagih: Rp400 juta setiap bulan—angka yang mencengangkan, seperti menatap jurang keuangan yang tak berujung. Dan itu belum menghitung gaji puluhan karyawan, listrik, air, dan perawatan rutin yang tak pernah bisa ditunda.
Kuasa hukum pengelola Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT), Jutek Bongso, menyebut cadangan dana yayasan kini terkikis seperti tanah yang tergerus banjir.
Penutupan panjang ini tak hanya mengancam satwa, tetapi juga ratusan keluarga yang hidup dari upah menjaga dan merawat mereka.
Krisis makin pelik ketika uang tiket daring yang sudah terjual harus dikembalikan ke ratusan calon pengunjung. Beban makin berat, sementara solusi terasa jauh.
Jutek Bongso, kuasa hukum Yayasan Margasatwa Tamansari, mengajukan satu permintaan yang sangat masuk akal untuk mengatasi ancaman kelaparan bagi ratusan satwa tak berdosa di BandungZoo.
“kembalikan sementara operasional kepada yayasan dengan akta lama yang telah 29 tahun menjadi pijakan. Sengketa internal, biarlah berjalan di jalur hukum. Yang mendesak kini adalah menyelamatkan hidup—bukan ego.” katanya. Senin (11/8/2025)
Saat ini, Bandung Zoo tidak hanya kehilangan pengunjung, namun ia juga kehilangan denyut kehidupan. Dan jika publik hanya menonton, kita akan menjadi saksi bisu dari kelaparan massal satwa yang tak pernah memilih untuk dipenjara di balik pagar besi.
Karena di ujung setiap hari, yang dipertaruhkan bukan sekadar reputasi lembaga, tapi nyawa satwa yang tak bisa bersuara meminta makan.
Bandung Zoo kini menunggu, entah akan mendapat bantuan atau dibiarkan menjadi halaman sunyi penuh kenangan yang memudar dan perlahan menjadi artefak pilu keserakahan manusia.***