Kupang, BandungOke – Kunjungan kerja Komisi XII DPR RI ke Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Oelpuah, Kupang, 11 Agustus 2025, bukan sekadar ritual reses.
Di balik sorotan kamera dan sambutan formal, tersimpan pertanyaan mendasar, seberapa serius Indonesia menempatkan NTT sebagai episentrum energi surya nasional?
PLTS Oelpuah yang dibangun hampir satu dekade lalu menjadi saksi bagaimana potensi sinar matahari di NTT nyaris tak tertandingi.
Dengan curah matahari dan tingkat iradiasi tinggi, wilayah ini punya modal alam yang jarang dimiliki daerah lain.
Namun, dalam sembilan tahun operasinya, capaian produksi masih jauh dari kapasitas maksimal yang seharusnya mampu menopang bukan hanya NTT, tetapi juga suplai energi lintas provinsi.
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, dalam kunjungannya mengakui potensi besar ini. “Nasib bangsa salah satunya ada di tangan NTT,” tegasnya, sembari mengingatkan bahwa kajian komprehensif soal pengembangan panel surya di sini sudah ada.
Pertanyaannya, mengapa kajian itu belum sepenuhnya diwujudkan menjadi investasi masif?
Direktur Utama Surya Energi Indonesia (SEI), I Made Sandika Dwiantara, menyampaikan bahwa PLTS Oelpuah tetap konsisten menyediakan energi bersih untuk masyarakat NTT. Namun, tanpa kebijakan percepatan dan alokasi anggaran yang sebanding dengan potensi, PLTS di NTT berisiko terjebak dalam status “ikon proyek”, bukan “motor penggerak” transisi energi nasional.
Diskusi lintas sektor di akhir kunjungan menghasilkan janji dukungan regulasi dan teknologi. Tapi sejarah mencatat, janji serupa pernah diucapkan dalam kunjungan-kunjungan sebelumnya.
Publik NTT kini menunggu bukti, bukan sekadar komitmen di meja pertemuan.***