Kuningan, BandungOke.com – Di ketinggian 3.078 meter di atas permukaan laut, udara tipis bercampur dingin menyambut ribuan pendaki yang memilih menghabiskan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia dengan cara berbeda: mengibarkan Merah Putih di puncak Gunung Ciremai.
Sejak Sabtu, jalur resmi pendakian—Linggajati, Linggasana, Palutungan di Kuningan, serta Apuy dan Trisakti Sadarehe di Majalengka—ramai dipadati ratusan orang dengan ransel besar di punggung. Mereka berbaris panjang menapaki jalur setapak, membawa semangat kemerdekaan yang tak lekang oleh waktu.
“Animo pendakian pada momen 17 Agustus memang selalu tinggi. Tahun ini tercatat 1.360 orang naik ke puncak Ciremai,” kata Ady Sularso, Kepala Sub Bagian Humas, Promosi, dan Pemasaran BTNGC, dikutip Rabu (20/8/2025)
Seperti tahun-tahun sebelumnya, BTNGC mengerahkan tim patroli untuk memastikan keamanan dan kenyamanan. Dari pengawasan sampah hingga tertib jalur, semua diatur agar semangat nasionalisme tidak mengorbankan kelestarian alam.
Di puncak gunung, suasana syahdu berganti haru ketika sang Merah Putih mulai dikibarkan. Lagu kebangsaan mengalun, terdengar serak-serak karena kelelahan, namun justru itulah yang membuatnya begitu tulus. Beberapa pendaki bahkan tak kuasa menahan air mata.
“Setiap peringatan kemerdekaan, banyak pendaki ingin mengibarkan bendera di puncak Ciremai. Itu wujud penghormatan kepada para pejuang kemerdekaan,” ujar Yono Rahmansah, Camat Cigugur, Kuningan.
Namun Yono mengingatkan, euforia jangan sampai meninggalkan luka pada alam. “Semangat merayakan kemerdekaan jangan sampai diwarnai sampah atau kerusakan. Mari kita jaga bersama Ciremai,” tuturnya.
Gunung Ciremai memang istimewa. Ia bukan hanya puncak tertinggi di Jawa Barat, tapi juga ruang kontemplasi, tempat generasi muda menghubungkan dirinya dengan tanah air. Setiap langkah kaki di jalur terjal adalah penghormatan, setiap kibaran bendera di puncak adalah janji untuk menjaga kemerdekaan—dan kelestarian alam—selamanya.***






