Bandung, BandungOke – Pembentukan Forum Rektor Jabar oleh Gubernur Dedi Mulyadi pantas disoroti lebih jauh. Di satu sisi, forum ini menjanjikan wadah ilmiah yang memberi masukan berbasis riset dan akademik untuk tata kelola pemerintahan. Namun di sisi lain, lahirnya forum ini bertepatan dengan meningkatnya tensi politik dan gelombang unjuk rasa mahasiswa di Bandung.
Sejarah telah menunjukkan, forum akademik kerap dipanggil ketika pemerintah membutuhkan legitimasi moral. Forum Rektor Indonesia (FRI) pada masa reformasi 1998 menjadi contoh: hadir sebagai kekuatan moral, tetapi kemudian kerap dituding kehilangan daya kritis setelah situasi mereda.
Forum Rektor Jabar berpotensi mengulang pola yang sama. Jika hanya menjadi ruang seremonial yang dipajang tiap kali ada krisis, keberadaannya tak lebih dari pagar kekuasaan: memperhalus kritik mahasiswa, sekaligus memberi citra akademis pada kebijakan pemerintah daerah.
Redaksi menilai, forum ini hanya akan bermanfaat jika benar-benar independen. Artinya, ia harus berani bersuara lantang ketika kebijakan pemerintah keliru, sekaligus memberi alternatif solusi yang konkret. Perguruan tinggi bukan sekadar pelengkap legitimasi, melainkan benteng intelektual yang harus menjaga nurani publik.
Tugas utama forum akademik adalah menyalakan kritik, bukan meredupkannya. Jika Forum Rektor Jabar kehilangan keberanian itu, ia akan cepat dilupakan sebagai sekadar ornamen demokrasi yang lahir karena kepentingan politik sesaat.***






