Bandung, BandungOke.com – Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta atas sengketa lahan SMAN 1 Bandung antara Pemprov Jawa Barat dan Perkumpulan Lyceum Kristen bukan hanya soal kepemilikan tanah.
Ia adalah penegasan prinsip mendasar: negara tidak boleh kalah, apalagi ketika menyangkut aset pendidikan publik.
Majelis hakim yang membatalkan putusan PTUN Bandung telah mengembalikan logika hukum ke jalurnya.
Sebab, jika pengadilan tingkat pertama dibiarkan, konsekuensinya bukan sekadar kehilangan sebidang tanah, melainkan preseden buruk—bahwa fasilitas publik bisa direbut oleh kelompok atau perorangan dengan legitimasi hukum yang rapuh.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat layak diapresiasi karena tidak gentar melawan hingga tingkat banding. Kepala Biro Hukum dan HAM Setda Jabar, Yogi Gautama, menyebutkan putusan ini bukti sahih bahwa aset SMAN 1 Bandung adalah milik Pemprov.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan, Purwanto, menyambut kemenangan ini sebagai jaminan kelancaran belajar-mengajar. Dua pernyataan ini jelas menggambarkan hal mendasar: akses pendidikan tidak boleh tersandera oleh sengketa kepentingan.
Namun, kemenangan ini seharusnya juga jadi bahan introspeksi. Bagaimana mungkin aset pendidikan strategis seperti SMAN 1 Bandung bisa sampai diperdebatkan di meja hijau? Bukankah itu menunjukkan masih ada celah dalam administrasi aset dan tata kelola pertanahan pemerintah daerah?
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, benar ketika mengatakan negara tidak boleh kalah. Tetapi lebih jauh dari itu, negara juga tidak boleh lengah. Sengketa serupa bisa muncul lagi di tempat lain jika tata kelola aset publik tidak diperkuat.
Tanpa pengelolaan yang rapi, warisan publik akan terus diganggu pihak-pihak yang memanfaatkan celah hukum.
Kasus SMAN 1 Bandung ini harus dibaca sebagai peringatan dini. Pendidikan adalah ranah strategis yang menyangkut generasi bangsa. Membiarkan sekolah-sekolah negeri terancam karena celah administratif sama saja dengan membiarkan masa depan tergadai.
Kemenangan di PTTUN Jakarta adalah napas lega, tetapi pekerjaan rumah Pemprov Jabar masih panjang. Audit aset, penguatan regulasi, hingga kepastian hukum yang tak bisa digugat lagi harus segera dilakukan.
Karena pada akhirnya, menjaga sekolah bukan sekadar soal gedung dan lahan—melainkan menjaga hak rakyat untuk belajar.***






