Bandung, BandungOke.com – Skandal dugaan pencabulan yang menyeret seorang guru di SMK Pasundan 2 Bandung mengguncang dunia pendidikan kota yang merayakan hari jadinya ini.
Pihak sekolah menegaskan sikap tegas dengan mengecam keras segala bentuk pelecehan maupun pencabulan yang dilakukan tenaga pendidik.
“Sekolah menjamin perlindungan bagi korban dan saksi, serta menindaklanjuti laporan dengan cepat, serius, dan bertanggung jawab,” demikian pernyataan resmi pihak sekolah, Kamis (25/9/2025).
Guru yang diduga melakukan tindak pelecehan itu telah dinonaktifkan dari seluruh kegiatan sembari menunggu proses hukum berjalan.
Namun, desakan publik terus mengalir. Wakil Ketua Forum Puspa Kota Bandung, Dade Gunadi, menekankan bahwa fokus utama harus ditempatkan pada perlindungan korban.
“Sudah barang tentu harus dikedepankan soal perlindungan korban, karena ini menyangkut privasi dan keselamatan,” katanya.
Dade menegaskan, trauma yang dialami para korban tidak bisa dianggap remeh. Oleh sebab itu, ia mendesak pemerintah, khususnya DP3A dan lembaga terkait lainnya, segera hadir memberikan pendampingan psikologis dan hukum.
“Terkait trauma para korban, pemerintah wajib hadir untuk melakukan pendampingan,” tegasnya.
Lebih jauh, ia mendesak Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat agar berani menjatuhkan sanksi tegas bagi pendidik atau tenaga kependidikan yang terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap murid.
“Tidak ada alasan untuk melindungi pelaku. Disdik Jabar harus hadir dan tegas,” kata Dade.
Ia juga menyoroti pentingnya langkah preventif agar kasus serupa tidak terus berulang. Menurutnya, sekolah wajib membuka ruang konsultasi yang nyata bagi siswa melalui guru BK atau BP dengan jadwal tetap, menggelar seminar serta in-house training, dan mengedukasi siswa agar berani melapor.
Lebih keras lagi, Dade menuding sekolah masih abai dalam mengaktifkan Satgas TPPK (Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Kekerasan Seksual). “Aktifkan peran Satgas TPPK di tingkat sekolah. Jangan hanya dijadikan hiasan sekolah saja,” tegasnya.
Kasus ini bukan hanya soal aib di balik tembok sekolah, tetapi juga menjadi ujian keseriusan pemerintah dan lembaga pendidikan dalam melindungi anak-anak dari predator seksual berbaju guru.
Publik kini menunggu, apakah kasus ini dituntaskan hingga ke akar, atau kembali tenggelam dalam budaya tutup mata yang selama ini membekap dunia pendidikan.***
