Bandung, BandungOke.com – Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali mengukuhkan posisinya sebagai pusat riset unggulan di Indonesia.
Sebanyak 16 dosen ITB masuk dalam daftar World’s Top 2 persen Scientists 2025 yang dirilis Stanford University bersama penerbit Elsevier.
Catatan ini menjadikan ITB sebagai perguruan tinggi dengan jumlah ilmuwan terbanyak dari Indonesia dalam daftar prestisius tersebut.
Pemeringkatan ini bukan sekadar simbol gengsi. Stanford menyusunnya berdasarkan indikator ketat: jumlah sitasi, indeks H, hingga dampak publikasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan global. Dengan kata lain, daftar ini mengukur sejauh mana karya seorang ilmuwan mengguncang percakapan akademik dunia.
Tahun lalu, 14 dosen ITB tercatat dalam daftar ini. Kini jumlahnya meningkat menjadi 16 orang, menunjukkan tren positif dalam produktivitas riset kampus Ganesha.
Mereka berasal dari berbagai fakultas, mulai dari teknologi industri, sains, farmasi, teknik elektro, hingga perencanaan wilayah. Nama-nama besar seperti Prof. I Gede Wenten (ahli teknologi membran), Prof. Tommy Firman (perencanaan kota), hingga Prof. Brian Yuliarto (energi baru dan material cerdas) menjadi wajah dari reputasi global ITB.
Masuknya nama alm. Prof. Pekik Argo Dahono, pakar teknik elektro yang wafat beberapa waktu lalu, juga menegaskan jejak panjang kontribusi ilmuwan ITB terhadap dunia.
Namun, di balik kebanggaan ini, ada pertanyaan krusial, bagaimana Indonesia bisa memastikan riset-riset unggulan ini bertransformasi menjadi kebijakan publik, inovasi industri, dan solusi bagi masyarakat luas? Sebab, ranking global tanpa eksekusi di lapangan berisiko menjadi sekadar prestasi di atas kertas.
Rektorat ITB menegaskan, prestasi ini adalah pijakan untuk memperkuat kolaborasi internasional. “ITB tidak hanya ingin diakui dalam indeks global, tapi juga menghadirkan dampak nyata bagi pembangunan bangsa,” demikian pernyataan resmi kampus.
Daftar ilmuwan top 2 persen dunia memang hanya segelintir, tapi kontribusinya bisa menjalar luas. Tantangan berikutnya bagi ITB adalah mengubah pengakuan internasional menjadi energi yang menular—bukan hanya untuk dunia akademik, tetapi juga untuk kemajuan Indonesia.***






