Bandung, BandungOke.com — Prodi Ilmu Komukasi Konsentrasi Ilmu Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggelar workshop bertema “AI for Journalist” di Aula Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Senin (6/10/2025).
Acara ini menghadirkan narasumber Dr. H. Enjang Muhaemin, M.Ag., dosen Jurnalistik Prodi Ilmu Komunikasi, sekaligus Sekretaris Jurusan Ilmu Komunikasi, dan praktisi media.
Workshop dibuka Ketua Konsentrasi Ilmu Jurnalistik, Drs. Abdul Aziz Ma’arif, M.Ag. Ia menegaskan, kegiatan ini sangat relevan dengan perkembangan dunia jurnalistik modern.
“Workshop ini bukan hanya relevan dengan perkembangan dunia jurnalistik kini, tetapi juga penting dikuasai oleh para wartawan dan mahasiswa jurnalistik agar tidak tertinggal dengan perkembangan dan perubahan teknologi,” ujarnya.
AI Sebagai Mitra, Bukan Ancaman
Dalam paparannya, Enjang menekankan bahwa kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kini menjadi mitra kolaboratif yang tidak bisa dipisahkan dari dunia jurnalistik.
Ia menjelaskan bahwa dalam satu dekade terakhir, AI telah digunakan oleh sejumlah media dan kantor berita, baik untuk riset topik, menulis draft berita, menganalisis data besar (big data), maupun memantau tren berita.
“Kecerdasan buatan bukan untuk menggantikan wartawan, melainkan memperkuat kemampuan mereka. Wartawan yang memahami cara kerja AI dapat menggunakan teknologi ini untuk mempercepat riset, menyaring informasi dengan lebih efisien, dan menghasilkan berita yang lebih tajam,” jelas Enjang.
Ia menambahkan bahwa AI berperan penting dalam membantu proses produksi berita, mulai dari pembuatan konten otomatis, bantuan riset cepat, penyuntingan teks, hingga analisis sentimen publik di media sosial. Selain itu, AI juga dapat membantu redaksi mengoptimalkan judul dan menyesuaikan isi berita sesuai dengan minat audiens.
Namun, Enjang mengingatkan bahwa AI tidak memiliki nilai moral. Karena itu, tanggung jawab etika dan verifikasi tetap berada di tangan wartawan.
“AI bisa membantu menyusun teks, tapi kebenaran dan konteks berita harus tetap diverifikasi secara manual. Wartawan tidak boleh menyerahkan keputusan editorial pada algoritma,” tegasnya.
Enjang menjelaskan, “Dalam satu dekade terakhir, kecerdasan buatan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari industri media. Kecerdasan buatan telah menjadi mitra baru dalam industri media, bukan ancaman.”
AI dapat mempercepat proses penulisan tanpa mengurangi kualitas. Untuk hal ini, wartawan harus disiplin dan ketat di dalam melakukan verifikasi dan validasi data.
“Penting diingat, bahwa tanggung jawab etika dan akurasi tetap berada di tangan manusia,” tegas Enjang.
Ia menambahkan, wartawan masa kini perlu memahami cara kerja dan batasan AI agar bisa memanfaatkannya secara bijak.
“Wartawan yang melek AI akan mampu menggunakan teknologi untuk memperkuat kerja jurnalistik, bukan menggantikannya,” ujarnya.
Etika, Transparansi, dan Independensi
Dalam sesi diskusi, Enjang juga menyoroti prinsip-prinsip etis dalam penggunaan AI di ruang redaksi. Menurutnya, ada empat hal yang wajib dijaga oleh jurnalis modern: transparansi, akurasi, independensi, dan privasi data.
“Jika berita dibuat dengan bantuan AI, sebaiknya redaksi menyebutkan hal itu secara transparan. Selain itu, data pribadi dan informasi sensitif tidak boleh dimasukkan ke sistem AI publik,” ujar Enjang.
Ia juga mengingatkan bahwa AI cenderung menghasilkan tulisan bergaya generik, sehingga wartawan harus tetap menjaga gaya khas dan perspektif manusiawi dalam setiap karya jurnalistiknya.
Enjang menambahkan, penguasaan teknologi tidak boleh menggeser nilai dasar jurnalistik seperti kejujuran, tanggung jawab, dan independensi.
“Teknologi hanyalah alat. Yang menentukan kualitas berita tetap nurani dan integritas wartawan,” katanya.
Workshop ini diikuti sekitar 150 mahasiswa Ilmu Jurnalistik. Peserta terlihat antusias mengikuti sesi praktik penggunaan alat bantu AI seperti ChatGPT, Grammarly, dan Google Fact Check Tools yang diperkenalkan dalam workshop.
Enjang berpesan agar mahasiswa tidak takut beradaptasi dengan teknologi, namun tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik.
“AI hanyalah asisten redaksi, bukan pemegang pena. Wartawanlah yang menentukan arah, konteks, dan nilai dari setiap berita yang disampaikan,” tandasnya.
Panduan Etis
Sementara itu, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Encep Dulwahab, M.I.Kom, ketika dihubungi terpisah, menekankan pentingnya panduan penggunaan AI bagi para jurnalis.
“Panduan etis penggunaan AI menjadi kebutuhan penting bagi pengelola media dan mahasiswa jurnalistik, karena mereka adalah calon profesional yang akan membawa dunia pers ke masa depan,” ujar Encep.
Ia menilai pelatihan semacam ini menjadi langkah strategis bagi kampus dalam menyiapkan mahasiswa menghadapi era digitalisasi media. ***