Bandung, BandungOke.com – Bandung kembali gaduh. Sengketa pengelolaan Kebun Binatang Bandung bukan lagi sekadar tarik-menarik administratif, tapi sudah menjalar ke soal marwah kota, warisan budaya, dan kedaulatan publik.
Setelah sebelumnya Penjaga Warisan Sunda (PEWARIS) menemui politisi PDI Perjuangan Ono Surono, kini mereka bergerak ke tingkat nasional.
Rabu malam (8/10/2025), Ahmad Heryawan yang akrab disapa Kang Aher, anggota DPR RI dari Fraksi PKS ini menyambangi Sekretariat AMS, Jl. Braga 25B.
Para aktivis budaya, lingkungan, dan perwakilan Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) bersilaturahmi dengan Gubernur Jawa Barat ke-12 itu dengan satu pesan keras, penutupan Kebun Binatang Bandung oleh Pemkot Bandung adalah bentuk pengabaian terhadap hak publik dan pelanggaran terhadap warisan sejarah kota.
“Ini bukan cuma soal bonbin,” kata seorang aktivis PEWARIS di tengah dialog. “Ini soal jati diri Bandung yang sedang digadaikan atas nama investasi.”
Kemarahan Kultural dan Politik Sunda
Dalam pertemuan itu, Rully Alfiady, salah satu eksponen PEWARIS, menyebut Kang Aher sebagai tokoh yang punya rekam jejak kuat dalam memperjuangkan aset-aset Jawa Barat.
“Beliau dulu pernah mendorong kerja sama YMT dengan BUMD Jabar untuk mengelola Kebun Binatang Bandung. Sekarang kami berharap Kang Aher kembali jadi jembatan penyelamatan aset Sunda,” tegas Rully.
Sikap ini bukan tanpa alasan. Pemasangan garis polisi (police line) dan penghentian operasional Kebun Binatang Bandung dinilai sebagai tindakan sepihak yang mengorbankan ratusan satwa dan pekerja.
“Bagaimana satwa mau makan kalau bonbin ditutup? Bagaimana pekerja hidup kalau tak ada pemasukan?” sindir salah satu peserta.
Aher Turun Gunung DPR Rumah Rakyat, Jangan Tutup Pintu!
Kang Aher, yang dikenal berhati lembut namun berlogika tajam, langsung menyatakan komitmennya.
“DPR itu rumah rakyat. Kalau rakyat datang membawa masalah, DPR wajib membuka pintu. Kalau satu pihak datang, pihak lain pun harus dipanggil. Ini soal keadilan dan keterbukaan,” tegasnya.
Ia menilai sengketa ini tak bisa dilihat semata dari sisi hukum atau administratif.
“Saya memahami, ini bukan cuma persoalan bonbin. Ini soal kelestarian lingkungan, kesejahteraan satwa, budaya, dan marwah Jawa Barat,” katanya dengan nada tegas.
Dalam nada yang lebih keras, Aher menohok Pemkot Bandung “Pemerintah Kota Bandung seharusnya berpihak pada marwah kotanya sendiri. Buka police line itu! Di dalam sana ada satwa dan pekerja yang bergantung pada tempat itu.”
Sengketa yang Mengancam Identitas Kota
Kasus ini berawal dari klaim Pemkot Bandung bahwa lahan Kebun Binatang merupakan aset daerah. Namun, klaim itu kini tengah digugat oleh YMT, yang memiliki dasar historis dan legal lebih kuat. BPN Kota Bandung pun terseret dalam gugatan itu.
Ironisnya, di tengah kabut hukum yang belum terang, Pemkot justru memilih langkah ekstrem: menutup kawasan, mengusir aktivitas, dan memasang police line.
Sebuah langkah yang, oleh banyak pihak, dianggap melawan hukum sekaligus melawan nurani publik.
Aher Serukan Solidaritas Sunda
Aher menyarankan agar PEWARIS memperluas jaringan dukungan dari tokoh-tokoh Jawa Barat lainnya. Jika diperlukan, ia siap membawa perkara ini ke tingkat DPR RI dan mengomunikasikannya dengan BPN serta kementerian terkait.
“Masalah ini bukan sekadar lahan dan aset, ini soal masa depan budaya Sunda dan wajah Kota Bandung di mata bangsanya sendiri,” tutupnya.
Kisruh Kebun Binatang Bandung kini bukan sekadar pertikaian antara yayasan dan pemerintah kota.
Ia telah menjelma menjadi pertarungan antara marwah dan kekuasaan, antara warisan dan komersialisasi.
Dan di tengah kabut itu, satu suara lantang menyeruak dari Braga, “Bandung harus berpihak pada dirinya sendiri!” ***