Padang, BandungOke.com – Tak banyak daerah di Indonesia yang memiliki jalur rel bandara seefisien Sumatera Barat.
Sejak KA Minangkabau Ekspres meluncur di jalur Padang–Bandara Internasional Minangkabau (BIM), wajah transportasi publik di Ranah Minang berubah drastis.
Dari mobilitas warga hingga geliat pariwisata, semuanya terdorong lebih cepat.
Kepala Humas KAI Divre II Sumatera Barat, Reza Shahab, menyebut layanan ini bukan sekadar moda penghubung, melainkan pilar utama konektivitas wisata Sumbar.
Dengan waktu tempuh hanya 40 menit dari bandara ke pusat kota, wisatawan kini tak lagi terjebak kemacetan atau biaya tinggi moda lanjutan.
“Minangkabau Ekspres menghadirkan efisiensi dan kenyamanan bagi wisatawan, terutama mereka yang hanya punya waktu singkat untuk menjelajah Sumbar,” jelas Reza.
Dampaknya terasa nyata. Berdasarkan data BPS dan Dinas Pariwisata Sumbar, sepanjang Januari–Agustus 2025 jumlah kunjungan wisatawan mencapai lebih dari 13 juta orang, termasuk 59 ribu wisatawan mancanegara yang masuk melalui BIM.
Angka yang melonjak seiring meningkatnya jumlah penumpang KA hingga 1,5 juta orang — naik 11 persen dibanding tahun sebelumnya.
Lebih dari sekadar alat transportasi, Minangkabau Ekspres menjadi stimulus ekonomi lokal. UMKM sekitar stasiun hidup kembali, kuliner khas Minang menggeliat, dan akses menuju destinasi religi maupun wisata kota tua menjadi lebih mudah dijangkau.
Reza menegaskan, keberhasilan ini tak lepas dari sinergi antarmoda dan promosi pariwisata. Ia menyebut perlunya integrasi lanjutan mulai dari penyesuaian jadwal kereta, koneksi transportasi lokal, hingga promosi paket wisata terintegrasi “tiket + destinasi.”
“Rel bandara ini bukan hanya soal mobilitas, tapi simbol kebangkitan pariwisata Sumatera Barat,” kata Reza.
Dalam perspektif jangka panjang, Minangkabau Ekspres adalah cermin kemajuan transportasi hijau: efisien, terintegrasi, dan ramah lingkungan.
Jika dikelola dengan sinergi lintas lembaga, jalur rel ini berpotensi menjadi poros emas wisata Sumbar, yang tak sekadar membawa penumpang — tapi juga harapan bagi pertumbuhan ekonomi dan kebanggaan daerah.***






