Puncak, BandungOke — Aroma krisis sosial-ekonomi kini menyeruak dari kawasan wisata Puncak, Bogor. Puluhan tempat wisata disegel atas perintah Kementerian Lingkungan Hidup (LH), dan efek domino kebijakan itu menimbulkan luka mendalam bagi masyarakat.
Ribuan orang kini kehilangan pekerjaan, ekonomi lokal lumpuh, dan kawasan yang dahulu ramai wisatawan kini berubah muram.
Di tengah gejolak itu, suara lantang datang dari parlemen. Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Mulyadi, menuding kebijakan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq sebagai tindakan yang “kurang tepat” dan memicu bencana sosial-ekonomi besar.
Ia bahkan mendesak Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung untuk meninjau ulang kebijakan tersebut.
“Ribuan warga kehilangan pekerjaan, banyak yang dirumahkan, bahkan usaha mereka berhenti total akibat kebijakan ini,” ujar Mulyadi, dikutip Senin (13/10)
Ia menyebut, penyegelan terhadap 33 unit usaha di atas lahan KSO PTPN, termasuk 9 unit yang dicabut izinnya, telah menghancurkan sendi ekonomi warga setempat.
Bukan hanya pengelola wisata yang terpukul. Rantai ekonomi yang menggantung di kawasan Puncak — mulai dari UMKM, hotel, restoran, hingga sektor jasa informal — kini terseret ke jurang kejatuhan.
Omzet ambruk, pajak daerah menurun, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terancam menukik tajam.
“Pelaku usaha mengeluh karena omzet mereka turun drastis. Ini bukan sekadar dampak administratif, tapi tragedi ekonomi yang nyata,” tegas Mulyadi.
Lebih dari itu, ia menyebut kebijakan Menteri Hanif sebagai tindakan yang minim empati dan tanpa analisis sosial yang memadai.
“Solusi yang ditawarkan serampangan. Pemerintah seharusnya tidak hanya menindak, tapi mengkaji dampak dan memberi jalan keluar bagi masyarakat,” ujar legislator asal Kabupaten Bogor itu.
Mulyadi mengingatkan, kawasan Puncak bukan sekadar area wisata, melainkan sumber nafkah ribuan keluarga. Dengan penyegelan itu, bukan hanya ekonomi yang runtuh, tetapi juga stabilitas sosial masyarakat ikut terguncang.
“Kami mohon perhatian Pak Presiden. Keluhan masyarakat sudah sangat memprihatinkan, mulai dari kesulitan ekonomi, meningkatnya potensi kriminalitas, hingga anak-anak yang terancam putus sekolah,” katanya.
Ironinya, kawasan yang kini dikepung kesulitan itu berada tak jauh dari kediaman pribadi Presiden Prabowo di Babakan Madang. Seruan Mulyadi pun terdengar sebagai panggilan dari akar rumput kepada pucuk kepemimpinan tertinggi negara.
Di sisi lain, Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq tetap bersikeras bahwa penyegelan dilakukan sesuai prosedur hukum. Ia berdalih langkah itu diambil karena pelaku usaha menolak perintah pembongkaran dan melanggar ketentuan tata ruang serta perlindungan lingkungan.
Namun bagi banyak pihak, argumen hukum tidak cukup menutup mata terhadap kenyataan sosial yang menganga. Dalam pandangan Gatra, perdebatan ini bukan hanya soal izin, tapi soal keseimbangan antara konservasi dan kelangsungan hidup manusia.
Kini bola panas ada di tangan Presiden. Apakah Prabowo Subianto akan merespons desakan kader partainya sendiri dan meninjau ulang kebijakan yang telah menimbulkan gelombang pengangguran massal di jantung wisata Jawa Barat?
Warga Puncak menunggu jawaban — bukan lewat pernyataan, melainkan lewat tindakan nyata dari Istana.***
Editor : Deny Surya