Bandung, BandungOke.com – Rabu pagi, 15 Oktober 2025, Bandung tak sekadar merayakan ulang tahun. Ia meneguhkan dirinya.
Dari Alun-alun Ujungberung hingga pusat kota, ribuan warga, ASN, dan komunitas turun ke jalan dalam gerakan Bebersih Bandung, bagian dari perayaan Hari Jadi ke-215 Kota Bandung (HJKB).
Di Ujungberung, titik bersejarah yang disebut Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, sebagai rahim ide-ide besar. Gerakan ini berubah menjadi refleksi sosial.
“Ini bukan kegiatan seremonial. Ini cara kita menegaskan bahwa kebersihan adalah bagian dari iman dan peradaban,” ujar Farhan, tegas.
Sekitar 1.500 warga di Ujungberung ambil bagian dalam aksi tersebut. Di 30 kecamatan lainnya, jajaran ASN, perangkat daerah, dan masyarakat setempat melakukan aksi serupa. Di Alun-alun Bandung, Wakil Wali Kota Erwin memimpin kegiatan yang sama.
“Kita ingin memperlihatkan bahwa dari ujung ke ujung, Bandung bersih—secara fisik dan moral,” katanya.
Gotong Royong Modern di Kota Lama
Bagi Farhan, kebersihan bukan sekadar tugas rutin Dinas Kebersihan atau komunitas lingkungan, tapi ekspresi kolektif warga Bandung. Ia menegaskan pentingnya spirit kolaborasi di balik gerakan itu.
“Kebersihan adalah tanggung jawab bersama. Ini apresiasi bagi masyarakat yang selama ini menjaga lingkungannya tanpa pamrih,” tuturnya.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Asep Cucu Cahyadi, menyebut kegiatan itu sebagai implementasi semangat ‘Bangkit Berkolaborasi untuk Bandung Utama’, tema besar HJKB 2025.
“Kolaborasi bukan slogan. Ia harus hidup dalam tindakan. Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha harus turun langsung. Ini gotong royong modern yang membedakan Bandung,” ujarnya.
Gerakan Bebersih Bandung pun dilakukan serentak di seluruh kecamatan dan kelurahan, melibatkan BUMD, RSUD, komunitas, pengusaha, dan warga di tingkat RT/RW. Kegiatan meliputi pembersihan lingkungan, pengecatan trotoar, hingga perawatan fasilitas publik.
“Menjaga kebersihan adalah cara kita menghormati sejarah dan mencintai kota ini,” kata Asep.
Bandung, kota yang lahir dari semangat kolaborasi, kini kembali menata dirinya—bukan sekadar dari sampah, tapi dari kebiasaan lama yang abai terhadap ruang hidupnya.***






