Bandung, BandunOke.com — Dari Gedung Sate, pusat kekuasaan Jawa Barat, gema tentang tata kelola bersih kembali dikumandangkan.
Tapi di balik seruan moral itu, publik bertanya apakah OJK dan Pemprov Jabar sudah benar-benar bersih dalam praktiknya?
Dalam forum bertajuk Governansi Insight Forum, Ketua Dewan Audit OJK Sophia Wattimena menegaskan pentingnya integritas sebagai fondasi ekonomi nasional. Ia bicara tentang peraturan baru POJK Nomor 12 Tahun 2024 — yang dirancang untuk memperkuat sistem anti-fraud di sektor keuangan.
“Integritas bukan slogan, tapi budaya yang harus dihidupi,” ujarnya lantang di hadapan ratusan pelaku jasa keuangan di Gedung Sate, Bandung dikutip Rabu (15/10/2025)
Namun, seruan Sophia itu terasa seperti gema di ruang kaca. OJK, yang kini tengah disorot karena sejumlah kasus dugaan pelanggaran etika di lembaga keuangan yang diawasi, dituntut untuk lebih dari sekadar berbicara soal good governance.
Lembaga itu mesti memberi teladan lewat pengawasan yang benar-benar independen, bukan kompromi pada kepentingan politik atau industri.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ikut menegaskan komitmennya terhadap keterbukaan anggaran publik.
“Anggaran negara bukan milik pejabat, tapi milik rakyat. Harus bisa diakses dan diawasi bersama,” kata Dedi.
Pernyataan itu terdengar progresif, namun di lapangan, laporan publik soal transparansi anggaran daerah belum sepenuhnya terbuka.
Laporan belanja publik masih tersebar di dokumen yang sulit diakses masyarakat, bahkan di laman resmi pemerintah daerah.
Kehadiran pejabat dari BPK, KPK, dan OJK di forum tersebut seolah menegaskan sinergi antarlembaga dalam menjaga integritas sistem keuangan.
Tapi sinergi saja tak cukup karena publik menanti aksi konkret yang bisa dirasakan.
Karena di era keterbukaan ini, tata kelola bersih bukan hanya tentang aturan, tapi tentang keberanian moral untuk menegakkan akuntabilitas bahkan terhadap diri sendiri.***
Editor : Deny Surya






