Bandung, BandungOke — Pemerintah Kota Bandung terus mengulik cara menekan angka pengangguran yang kian kompleks. Bukan semata soal jumlah, tapi bagaimana menata ulang kesejahteraan warga kelas pekerja.
Dalam forum Rempug Kota di Oakwood Merdeka Bandung, Kamis (23/10), Wali Kota Muhammad Farhan menegaskan bahwa ukuran keberhasilan ekonomi bukan lagi sekadar pertumbuhan angka.
“Secara angka pengangguran kita rendah, tapi beban hidup mereka tinggi. Pemerintah harus meringankan keseharian masyarakat,” ujar Farhan.
Salah satu fokus intervensi pemerintah kota adalah biaya transportasi yang membebani pekerja berpenghasilan rendah. Farhan menyebut biaya mobilitas di Bandung bisa mencapai Rp300 ribu per bulan—sekitar 7,5 persen dari UMK.
“Maka, intervensi untuk menurunkan biaya mobilitas menjadi penting,” tambahnya.
Menurut Farhan, pertumbuhan investasi dan industri belum otomatis meningkatkan kesejahteraan. Pemerataan dan literasi keuangan menjadi pekerjaan rumah utama.
“Raport ekonomi kita bagus, tapi perasaan masyarakat tidak boleh diabaikan. Mereka bekerja setiap hari, tapi tetap merasa kurang,” ucapnya.
Kepala Disnaker Bandung, Andri Darusman, menyoroti ketimpangan keterampilan tenaga kerja. Dari 100.300 penganggur di Bandung, 49 persen merupakan lulusan SMA/SMK yang tak sesuai kebutuhan pasar kerja.
“Bandung adalah kota jasa. Maka kurikulum dan pelatihan harus diarahkan ke sektor pariwisata, kuliner, kreatif, dan hospitality,” kata Andri.
Tahun ini, Pemkot menargetkan pelatihan bagi 15.000 warga serta mendorong wirausaha baru lewat program padat karya senilai Rp24 miliar.
Farhan menyimpulkan, “Bandung tidak cukup kreatif ia harus inklusif, menyejahterakan.”






