Bandung, BandungOke – Pemkot Bandung kembali menyerukan percepatan pemilahan sampah dari rumah tangga.
Desakan itu mengemuka dalam agenda Siskamling Siaga Bencana di Sekeloa, Coblong, 28 Oktober 2025.
Wali Kota Farhan menegaskan, pengelolaan sampah tak bisa hanya bergantung pada pemerintah; warga harus terlibat aktif.
Seruan itu terdengar logis. Namun, tantangan hampir selalu sama—infrastruktur tidak siap.
Sekeloa sendiri disebut butuh lahan pengelolaan organik agar sampah tidak membanjiri TPS. Tetapi rencana itu belum memiliki timeline jelas, apakah tanah sudah tersedia? bagaimana pembiayaannya? siapa operasionalnya?
Lurah Sekeloa, Tirta Gumelar, menyebut lahan pengelolaan sampah masuk skala prioritas 2025.
Ia mengaitkan inisiatif itu dengan pengembangan Buruan Sae, program urban farming Pemkot. Sampah organik diolah menjadi kompos, lalu dipakai di kebun warga.
Secara ideal, rantai itu menarik dimana sampah diolah, hasilnya memberi manfaat ekonomi. Namun sejumlah catatan pun muncul, apakah semua RW mampu mengelola? bagaimana pembinaan teknisnya? partisipasi warga selama ini cenderung fluktuatif.
Instruksi pemilahan sampah memang bukan baru. Tetapi, pola komunikasi Pemkot lebih sering menekankan edukasi ketimbang memperbaiki rantai logistik dan infrastruktur. Pengangkutan terpisah, TPS terkelola baik, hingga fasilitas pengolahan modern masih terbatas.
Tanpa sistem teruji, ajakan memilah sampah hanya menambah beban warga. Edukasi penting, tetapi negara wajib hadir lebih konkret. Kesadaran publik tak akan tumbuh jika pemerintahan lamban memastikan rantai pengelolaan berjalan.***
Editor : Deny Surya






