Jakarta, BandungOke — Di ruang gelap XXI Plaza Senayan, Senin (27/10), Merak Abadi Productions bersama Suraya Filem Malaysia merilis trailer film Air Mata Mualaf.
Bukan ledakan dramatis yang ditawarkan, melainkan keheningan yang bergerak pelan menelusuri ruang paling sulit dihadapi siapa pun yakni keluarga.
Dari potong demi potong gambar, film ini menolak menjadikan perpindahan keyakinan sebagai klimaks sensasional. Ia justru menyorot perih kecil yang beriak lama: ketakutan kehilangan, keberanian memilih, dan kalimat sederhana yang jarang benar-benar selesai dibicarakan—jalan hidup.
“Apakah ini jalanku, atau sekadar pusaka yang diwariskan?” tanya narasinya, nyaris seperti bisikan.
Dari Rumah ke Rumah: Kisah Tanpa Hitam-Putih
Tokoh Anggie (Acha Septriasa) tak digambarkan sebagai pemberontak. Ia tetap anak yang pulang, meski langkahnya tertatih. Relasinya dengan sang ibu (Dewi Irawan) tak terbelah antara baik dan jahat; mereka hanya dua manusia yang sama-sama takut kehilangan.
Sutradara Indra Gunawan menyebut film ini lebih dekat pada perjalanan kedewasaan.
“Iman bukan warisan. Ia perjalanan,” ujarnya pelan. “Keluarga tempat paling hangat, tapi juga ruang di mana pilihan diuji.”
Acha menyebut Anggie tak melawan siapa pun; ia hanya menemukan dirinya.
“Setiap orang pada akhirnya harus memilih,” katanya. “Ia jujur tanpa membenci.”
Bagi Dewi Irawan, perannya membawanya pada kemungkinan paling sederhana tapi menakutkan: menerima.
“Suatu saat anak mungkin memilih jalan lain. Itu bukan soal agama saja—itu tentang mencari diri.”
Luka yang Ditemukan di Sydney
Film ini dibuka jauh dari tanah air. Anggie—terpuruk oleh hubungan penuh kekerasan dengan Ethan di Australia—lalu terseret pada ruang sunyi sebuah masjid. Dari situ, perjalanan batinnya dimulai. Bukan karena paksaan, tapi karena kebaikan yang datang tanpa banyak tanya.
Pilihan Anggie memantik badai.
Keluarga, lingkungan, dan kenangan lama saling berebut tempat. Film ini mengiris perih, tetapi selalu menyisakan kemungkinan: bahwa yang berbeda tetap bisa saling memeluk.
Drama yang Menolak Menggurui
Produser Dewi Amanda menampik anggapan bahwa film ini ingin mengarahkan penonton.
“Ini film tentang manusia. Tentang ketakutan orang tua, suara anak yang ingin didengar,” ujarnya.
Air Mata Mualaf hadir dalam sinematografi intim—ruang makan, malam yang pelan, pertengkaran tanpa teriakan. Semuanya mengantar pada satu fakta yang jarang selesai dirumuskan: iman tak lahir sebagai hadiah, melainkan proses yang sering sepi.
Kolaborasi Lintas Negara
Film ini dirajut di Indonesia dan Australia, menampilkan Acha Septriasa, Achmad Megantara, Dewi Irawan, dan Rizky Hanggono. Dua aktor Malaysia, Syamim Freida dan Hazman Al-Idrus, ikut mengisi ruang cerita, menekankan bahwa nilai seperti cinta dan kejujuran tak mengenal batas.
Durasi 111 menit, drama–religi–keluarga ini dijadwalkan tayang 27 November 2025 di seluruh bioskop Indonesia, disusul Asia Tenggara dan Timur Tengah awal Desember. Sementara Netflix akan menayangkannya mulai 2 April 2026.***






