Bandung, BandungOke — Dalam dua hari, ruang serbaguna di Telkom University berubah menjadi laboratorium budaya.
Di sana, wastra kain tradisional Nusantara dialog dengan teknologi dan inovasi.
Acara bertajuk Mind Weave 2025 “Menenun Tradisi, Menggugah Inovasi” mempertemukan pelaku UMKM, akademisi, hingga publik, membangun kesadaran bahwa pelestarian budaya tidak harus berada di museum, tetapi hidup dalam keseharian.
Gelaran yang diinisiasi CoE Ciptaloka bersama Research Institute of Sustainable Society serta Fakultas Industri Kreatif ini merangkum tiga rangkaian utama yaitu Mind Weave Exhibition, Mind Weave Talks, serta booth interaksi yang memberi pengalaman belajar kepada pengunjung.
Aktivitas bergulir intim. Kain bukan lagi sekadar tekstil, tetapi narasi panjang tentang lingkungan, spiritualitas, serta identitas. Ada proses, ada filosofi, ada perjuangan UMKM mempertahankan warisan leluhur di tengah pasar yang mendesak segala hal menjadi instan.
UMKM Menjahit Narasi dan Kreativitas
Sebanyak 10 UMKM wastra berpartisipasi membawa cerita dari kampung halaman. Ada Batik Bintang Abadi, Batik Griya Harapan Difabel, Batik Marin Laweyan Solo, Madana Batik Gallery, hingga Oemah Batik Lasem. Mereka menampilkan karya yang lahir lewat teknik, nilai, serta inovasi material.
Di sudut lain, pengunjung mencicipi pengalaman langsung: demonstrasi pewarnaan alami dan pembuatan produk yang bersifat edukatif. Proses meramu warna dari tumbuhan hingga menggores motif di sana, pengetahuan lokal bertemu ketekunan.
Konferensi: Menyelami Nilai Filosofis dan Keberlanjutan
Pada sesi Mind Weave Talks, para pakar ikut mengurai gagasan besar di balik selembar kain. Hadir antara lain:
Prof. Ho Zhao Hua (Fu Jen Catholic University, Taiwan)
Dr. Fajar Ciptandi, S.Ds., M.Ds. (Living Lab GedogLowo)
Sri Windarti (Batik Kebon Indah Laweyan)
Dr. Arif Suharson, S.Sn., M.Sn. (KPT-EKRAF)
Pembahasan sepenuhnya merdeka dari akar filosofi motif, riset inovasi bahan, hingga konsep keberlanjutan yang menempatkan wastra sebagai bagian dari ekosistem ekonomi kreatif yang lebih berwawasan alam.
Dean of Research Digital Health, Social and Wellness Telkom University, Prof. Aloysius Adya Pramudita, menyebut kegiatan ini sebagai upaya restorasi budaya yang merajut kembali pengetahuan dan teknologi.
“Dari budaya wastra Nusantara kita bisa mendapatkan pengetahuan bagaimana cara mengolah alam yang bijak untuk mencukupi kebutuhan sandang dalam perspektif jasmani. Kami berharap dapat mengundang lebih banyak seniman batik dari seluruh Indonesia,” dalam keterangan resminya. Rabu (12/11/2025)
Menghubungkan Generasi, Mengikat Masa Depan
Di tengah gempuran budaya pop dan digital yang serbacepat, wastra menemukan panggungnya.
Melalui Mind Weave, Telkom University menyatakan komitmen menjadi jembatan antara tradisi dan inovasi mengajak generasi muda tidak sekadar mengenal motif, tetapi memahami konteks yang melahirkannya.
Dalam narasi yang panjang, kain tradisional bukan hanya estetika, ia adalah pengetahuan lokal tentang lingkungan, spiritualitas, serta etika. Di sinilah pendidikan menemukan wajahnya—berakar pada budaya, melahirkan masa depan berkelanjutan.
Mind Weave 2025 bukan penutup. Ia adalah pintu. Dari sini, kampus dan masyarakat bergerak bersama merawat wastra Nusantara agar tetap hidup, relevan, dan menginspirasi.***






