Bandung, BandungOke — Di tengah tensi politik nasional yang terus menajam, suara Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pada peringatan Milad ke-113 Muhammadiyah terdengar sebagai kritik halus sekaligus pengakuan.
Di hadapan ribuan warga persyarikatan di Kampus Universitas Muhammadiyah Bandung, Selasa (18/11/2025), Dedi menegaskan bahwa organisasi Islam itu “telah mengambil peran negara” dalam pendidikan dan kesehatan—dua sektor yang kerap menjadi medan tarik-menarik kebijakan.
“Sesungguhnya Muhammadiyah sudah mengambil peran negara sehingga beban negara menjadi lebih ringan dalam menyelesaikan problematika bangsa,” ujarnya.
Pernyataan itu bukan sekadar pujian seremoni, tetapi sinyal betapa peran organisasi masyarakat kini semakin strategis ketika negara menghadapi defisit kepercayaan publik dan tekanan anggaran.
KDM, sapaan Dedi, menggarisbawahi masifnya jaringan Muhammadiyah: lebih dari 10 ribu lembaga pendidikan di berbagai jenjang serta ratusan rumah sakit di seluruh Indonesia. Infrastruktur sosial itulah yang menurutnya berfungsi sebagai “penopang senyap” kebijakan publik.
“Muhammadiyah berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan rakyat yang ditandai banyaknya lembaga pendidikan dan rumah sakit,” kata Dedi.
Pada usia 113 tahun, KDM berharap ketauladanan itu tidak surut di tengah perubahan politik nasional. Ia menekankan bahwa gerakan Muhammadiyah harus hidup bukan hanya di forum pengajian, tetapi juga di ruang keilmuan, kesehatan, pertanian, hingga ekonomi—wilayah yang sering kali menjadi arena perebutan pengaruh politik kekuasaan.
“Semoga ketauladanan Muhammadiyah terus terjaga sepanjang masa… bukan hanya hidup di majelis pengajian tetapi hidup di majelis keilmuan, rumah sakit, lembaga pembelajaran, dunia pertanian, perdagangan, dan ekonomi,” ujarnya.
Dedi juga menyelipkan kritik sosial yang bernada politis. Ia berharap nilai kemandirian Muhammadiyah dapat menahan warga Jabar dari jerat bank emok, praktik pinjaman rentenir yang menjadi sumber tekanan ekonomi masyarakat kelas bawah.
“Andaikan warga Jabar memiliki spirit Muhammadiyah, mungkin saya tidak akan pusing setiap hari didatangi warga yang didatangi bank emok,” katanya.
Perayaan Milad ke-113 Muhammadiyah ini dihadiri mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju, Kapolri, serta ribuan peserta. Kehadiran tokoh-tokoh itu mempertegas posisi politik Muhammadiyah sebagai kekuatan moral yang tetap diperhitungkan lintas rezim.
Bandung dipilih sebagai tuan rumah karena sejarah panjangnya dengan Muhammadiyah, termasuk penyelenggaraan Muktamar 1965 yang menjadi salah satu momentum penting organisasi ini. Sejak berdiri pada 18 November 1912 di Yogyakarta oleh KH Ahmad Dahlan, Muhammadiyah konsisten menempatkan diri sebagai gerakan dakwah, pendidikan, dan pemberdayaan—sekaligus penjaga moral kebangsaan.***
Editor : Deny Surya






