Jakarta, BandungOke — Penandatanganan MoU program Sejuta Vaksin untuk ASN yang dilakukan Bio Farma dan KORPRI Nasional pada 18 November 2025 menampilkan wajah kolaborasi yang rapi.
Namun di balik panggung seremonial, kerja sama ini justru memperlihatkan lubang besar yang selama ini tak tersentuh yakni lemahnya sistem kesehatan ASN dan pekerjaan rumah berat Bio Farma dalam menjaga performa sebagai BUMN farmasi strategis.
Kolaborasi ini bukan muncul dari ruang hampa. Program ini lahir dari kebutuhan mendesak, setelah bertahun-tahun kesehatan ASN hanya diperlakukan sebagai urusan administratif, bukan investasi SDM.
Ketika negara bicara tentang Indonesia Emas 2045, fondasi kesehatannya ternyata belum pernah benar-benar dibangun.
Bio Farma Menawarkan Kapasitas, Konsistensi Masih Tanda Tanya
Bio Farma menyatakan kesiapannya menjadi pilar distribusi dan edukasi vaksin. Namun rekam jejak pascapandemi menunjukkan perusahaan ini masih menghadapi tantangan konsistensi layanan: distribusi yang tidak selalu merata, program edukasi yang tidak masif, dan produksi vaksin strategis yang belum sepenuhnya stabil.
Komisaris Utama Bio Farma, Tugas Ratmono, menegaskan pentingnya program ini.
“Program vaksinasi ini menjadi poin yang sangat penting, guna membangun manusia Indonesia unggul, yakni dengan cara membangun kesehatannya. Kami sangat berterima kasih dengan kemitraan ini yang mungkin akan berkembang dari inovasi-inovasi, sebagaimana apa yang diprogramkan dari vaksinasi ini,” ujar Tugas dalam siaran persnya. Rabu (19/11/2025)
Pernyataan ini mengandung pesan implisit: Bio Farma melihat program ini sebagai pintu inovasi. Namun inovasi membutuhkan ekosistem—sesuatu yang hingga kini belum kokoh di sektor vaksin nasional.
Direktur Pemasaran Bio Farma, Kamelia Faisal, juga menegaskan komitmennya.
“Kerja sama ini memperkuat komitmen Bio Farma dalam menghadirkan edukasi kesehatan yang terstruktur dan berbasis bukti. kami tidak hanya menyediakan produk vaksin, tetapi juga memastikan pendampingan sosialisasi, edukasi, serta dukungan teknis agar program ini berjalan efektif dan berkelanjutan.” ujarnya
“Kami ingin memastikan bahwa setiap ASN memiliki pemahaman yang memadai tentang pentingnya vaksinasi. Bio Farma siap mengawal implementasi program ini dari hulu ke hilir,” tambahnya.
Namun lagi-lagi sejarah menunjukkan keberhasilan program semacam ini tidak hanya bergantung pada komitmen, tetapi juga disiplin kinerja. Dan di titik inilah Bio Farma akan diuji.
KORPRI Mengaku Siap, Tapi Program Masih Bersandar pada Kesukarelaan
Ketua Umum KORPRI sekaligus Kepala BKN, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, menegaskan komitmen organisasi.
“Hari ini kami dari KORPRI meneguhkan sikap untuk mensejahterahkan para ASN dan keluarga ASN, salah satu fokusnya adalah penguatan di bidang kesehatan.”
Zudan juga menjelaskan prioritas vaksinnya:
“Program sejuta vaksin diarahkan di antaranya untuk pencegahan kanker serviks bagi ASN perempuan dan keluarganya… Dan ini sifatnya terbuka, sukarela, bagi yang ingin menjaga kesehatan.”
Dan ia kembali menegaskan kebutuhan dukungan:
“Kami membutuhkan dukungan dari para menteri, gubernur, bupati/wali kota. Mari kita sama-sama menyehatkan ASN.”
Kata kunci “sukarela” merupakan titik rawan terbesar. Program sukarela, tanpa kewajiban struktural atau mandat regulatif, kerap berakhir timpang di lapangan.
ASN memiliki beban kerja yang padat dan birokrasi tidak memiliki budaya preventif yang kuat. Artinya, tingkat partisipasi bisa sangat rendah, bahkan jauh dari target satu juta peserta.
Seremoni vs Realitas: ASN Bekerja dengan Fondasi Kesehatan Lemah
Selama bertahun-tahun, tidak ada mekanisme kesehatan ASN yang terintegrasi:
tidak ada standar vaksinasi wajib,
tidak ada screening berkala,
tidak ada literasi kesehatan sistemik,
dan tidak ada instrumen kebijakan yang mengikat lintas kementerian dan daerah.
Program sejuta vaksin secara tidak langsungadalah pengakuan bahwa kelemahan itu nyata. Bukan hanya pada ASN, tetapi pada desain kebijakan kesehatan pemerintah sendiri.
Visi Indonesia Emas vs Kinerja Lapangan
Secara politik dan naratif, program ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Namun visi besar seringkali runtuh pada implementasi teknis yang tidak siap.
Bio Farma membawa kapasitas ilmiah dan logistik, namun masih berhadapan dengan persepsi publik dan performa yang belum stabil. KORPRI membawa jaringan struktural, namun tidak punya kekuatan memaksa.
Keduanya mengisi kekosongan yang seharusnya dijembatani oleh negara melalui regulasi yang tegas.
Program sejuta vaksin ini menyimpan dua sisi: peluang dan peringatan.
Peluangnya: memperbaiki kesehatan ASN secara nasional.
Peringatannya, jika Bio Farma tidak mampu menjaga distribusi dan edukasi, atau jika KORPRI tidak sanggup menggerakkan daerah, maka kegagalan program ini akan menjadi preseden buruk bagi upaya reformasi kesehatan ASN.
Dan jika kegagalan itu terjadi, ia akan mempertegas sesuatu yang jauh lebih serius
Indonesia tidak sedang kekurangan visi kesehatan, tetapi kekurangan kemampuan eksekusi dan konsistensi kinerja bahkan dari BUMN farmasi sekaliber Bio Farma.***






