Bandung, BandungOke.com — Bio Farma kembali menegaskan posisinya sebagai BUMN strategis di sektor kesehatan setelah vaksin HPV NusaGard resmi mengantongi Sertifikat Halal dari BPJPH.
Namun di balik perayaan ini, muncul pertanyaan yang lebih mendasar sejauh mana pembenahan internal BUMN farmasi ini benar-benar menjamin akuntabilitas produksi dan konsistensi standar halal di tengah meningkatnya kebutuhan publik terhadap transparansi?
Vaksin NusaGard produk kuadrivalen untuk perlindungan terhadap HPV tipe 6, 11, 16, dan 18 ini menjadi salah satu produk kesehatan vital dalam mencegah kanker serviks.
Dengan pangsa pasar vaksin nasional yang terus berkembang, status halal bukan hanya label administratif, tapi menjadi penentu kepercayaan publik.
Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, menegaskan bahwa negara tidak bisa mengambil risiko terkait produk strategis semacam ini.
“Negara hadir melalui BPJPH untuk memberikan jaminan dan kejelasan bagi masyarakat… Penetapan halal vaksin NusaGard ini sekaligus mendukung upaya BUMN seperti Bio Farma dalam menyediakan produk farmasi halal yang aman, bermutu, dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.” katanya dalam siaran pers, Kamis (20/11/2025)
Pernyataan tersebut mengisyaratkan tekanan yang lebih besar bagi Bio Farma agar tidak hanya mengejar sertifikasi, tetapi memastikan proses internalnya steril dari kompromi bahan dan rantai produksi.
MUI: Keputusan Halal Bukan Formalitas
Keputusan halal bagi NusaGard tidak terbit begitu saja. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, K.H. Miftahul Huda, mengingatkan bahwa keputusan mereka melewati telaah syar’i serta pembahasan hasil audit kehalalan secara teknis dan komprehensif.
“Komisi Fatwa MUI telah menetapkan status kehalalan vaksin NusaGard, setelah mendengarkan penjelasan hasil audit dari lembaga pemeriksa halal. Untuk selanjutnya diterbitkan sertifikat halal oleh BPJPH.” katanya.
Pernyataan tersebut sekaligus menggarisbawahi bahwa proses halal di sektor vaksin masih sangat ketat dan memerlukan konsistensi industri, hal yang selama ini menjadi sorotan beberapa pihak terkait transparansi rantai bahan baku di industri farmasi.
Bio Farma di Persimpangan: Antara Komitmen dan Kritik
Sebagai produsen vaksin terbesar di Asia Tenggara, Bio Farma selama ini kerap mendapatkan sorotan terkait kualitas layanan publik, kecepatan inovasi, hingga isu efisiensi internal.
Sertifikasi halal NusaGard menjadi momentum bagi publik untuk menagih konsistensi apakah Bio Farma siap mempertahankan standar tersebut untuk seluruh lini produk?
Direktur Pemasaran Bio Farma, Kamelia Faisal, membuka pernyataan yang mencoba menjawab keraguan tersebut.
“Sertifikasi halal ini adalah wujud tanggung jawab Bio Farma sebagai BUMN Farmasi untuk memastikan setiap produk yang kami hadirkan aman, efektif, dan sesuai prinsip syariah… menjadi penyemangat bagi kami untuk terus meningkatkan portofolio vaksin halal bagi masyarakat.” katanya
Namun komitmen verbal saja tidak cukup. Tantangannya adalah memastikan keberlanjutan pengawasan, integritas rantai pasokan, dan audit berkala yang benar-benar independen.
Arah Kebijakan Nasional dan Tuntutan Publik
Sertifikasi ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat kemandirian farmasi nasional. Tetapi kebijakan pemerintah hanya efektif jika BUMN seperti Bio Farma mampu mempertahankan integritas prosesnya, tidak sekadar mengejar label formal.
Dengan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, tuntutan terhadap produk kesehatan halal akan terus meningkat. Sertifikasi NusaGard membuka babak baru baik bagi kepercayaan publik maupun standar kinerja BUMN farmasi yang semakin dituntut bekerja transparan.
Bio Farma kini berada di panggung terang. Pujian mungkin datang, tetapi ekspektasi publik jauh lebih besar konsistensi, akurasi, dan keberanian mengoreksi diri.***
Editor : Deny Surya






