Bandung, BandungOke – Kerja sama antara PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat memasuki babak baru.
Di atas lantai Kereta Istimewa yang melaju dari Purwakarta menuju Gambir, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang menjadi payung besar optimalisasi dan pengembangan perkeretaapian di seluruh provinsi itu.
Momentum ini bukan sekadar seremoni ia mempertegas arah baru wajah transportasi berbasis rel di Jawa Barat.
Kesepakatan tersebut menindaklanjuti komitmen 10 Oktober 2025, ketika dua institusi ini sepakat memperkuat konektivitas antarmoda dan menghidupkan kembali ekosistem transportasi yang lebih inklusif.
Ruang lingkupnya luas untuk penguatan identitas layanan kereta api, penataan kawasan stasiun, dan penyusunan kajian strategis sebagai fondasi percepatan pembangunan jaringan rel.
Bobby Rasyidin menyebut kerja sama ini sebagai bagian dari agenda transformasi KAI sekaligus penopang pemerataan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.
“Kereta api adalah fondasi konektivitas Jawa Barat. Kami ingin layanan kereta makin relevan, memperkuat pariwisata, mempermudah mobilitas pelaku usaha, dan mendorong transportasi yang berkelanjutan,” ujar Bobby.
98 Stasiun Jadi Pusat Pergerakan Baru
Jawa Barat memiliki sekitar 98 stasiun aktif yang tersebar dari pusat kota hingga kantong-kantong produksi desa. Di sinilah pemerintah dan KAI melihat peluang besar.
Stasiun bukan lagi sekadar titik naik turun penumpang, tetapi diharapkan menjadi simpul ekonomi baru mulai dari distribusi hasil pertanian, arus logistik UMKM, hingga pintu masuk destinasi wisata.
Tahap awal penataan kawasan stasiun akan dimulai dari dua simpul mobilitas terbesar di Bandung Raya yakni Stasiun Bandung dan Stasiun Kiaracondong.
Keduanya menjadi laboratorium transformasi ruang publik berbasis rel. Pada tahap ini, penataan akan fokus pada integrasi dengan angkutan umum, kenyamanan pejalan kaki, dan ruang yang lebih layak bagi UMKM.
“Stasiun harus mencerminkan wajah Jawa Barat yang modern, nyaman, dan inklusif,” kata Bobby. Di tahap berikutnya, skema penataan akan meluas sesuai prioritas kebutuhan daerah.
Perlintasan Sebidang, Pariwisata Rel, hingga Jalur Nambo
Kerja sama ini juga membuka ruang kajian besar tentang masa depan perkeretaapian Jawa Barat. Mulai dari analisis bisnis dan ekonomi transportasi, kajian kelembagaan dan risiko, hingga roadmap penanganan perlintasan sebidang yang selama ini menjadi salah satu titik rawan transportasi.
Sektor pariwisata rel menjadi fokus tersendiri. KAI dan Pemprov Jabar tengah menyiapkan identitas layanan khusus yang berpotensi membuka rute-rute baru untuk menghidupkan ekonomi wisata, terutama di wilayah-wilayah alam yang kaya panorama.
Selain itu, jalur strategis seperti Nambo akan masuk dalam kajian peningkatan kapasitas layanan. Jalur ini dianggap krusial untuk menghubungkan koridor industri dengan permukiman yang kian padat.
Misi Dedi Mulyadi, Rel sebagai Peradaban
Dalam sambutannya, Gubernur Dedi menyebut kerja sama ini bukan hanya proyek pembangunan, melainkan upaya mengembalikan nilai peradaban Jawa Barat melalui transportasi yang lebih teratur dan menyatu dengan alam.
“Kereta api mampu menjangkau wilayah yang luas sambil tetap menjaga landscape dan keindahan alam Jawa Barat,” ujar Dedi. Pemerintah provinsi, katanya, berkomitmen penuh mendukung pembangunan infrastruktur rel sebagai pengungkit konektivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Pembentukan Joint Working Group
Sebagai langkah implementasi, KAI dan Pemprov Jabar akan membentuk Joint Working Group. Kelompok kerja ini bertugas menyusun rencana kerja, memastikan koordinasi lintas lembaga, hingga melakukan evaluasi berkala. Penataan stasiun dan identitas layanan akan diturunkan dalam lampiran PKS, sementara penyusunan kajian strategis ditargetkan selesai dalam enam bulan.
Bobby menutup penandatanganan PKS dengan komitmen: “Kami ingin masyarakat Jawa Barat merasakan manfaat langsung, mulai dari layanan yang lebih nyaman, konektivitas yang lebih mudah, hingga peluang ekonomi yang semakin terbuka. Rel di Jawa Barat harus menjadi penghubung aktivitas, pariwisata, dan harapan masyarakat.”
Kerja sama ini menandai lompatan besar ekosistem rel di Jawa Barat. Bila konsisten dijalankan, 98 stasiun itu berpotensi menjadi jaringan kehidupan baru yang mengikat desa dan kota, ekonomi dan mobilitas, sejarah dan masa depan.***






