Bandung, BandungOke.com – Banjir besar yang meluluhlantakkan Sumatera dan Aceh beberapa hari terakhir masih menyisakan tanda tanya besar.
Dari derasnya kayu-kayu gelondongan yang hanyut hingga satwa liar yang ikut terlempar arus, pola kerusakan yang muncul jauh lebih rumit ketimbang sekadar “cuaca ekstrem”.
Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Pusat melihat ada jejak penyebab non-alamiah yang tak boleh diabaikan.
“Banyak isu berseliweran, tetapi fakta di lapangan menunjukkan ada faktor lain selain hujan. Kayu-kayu bergelimpangan, satwa liar terseret arus—ini tanda ada penyebab non-alamiah,” tegas Dedi Kurniawan, Koordinator FK3I Pusat. Selasa (2/12/2025)
Menurutnya, ragam pernyataan yang beredar di media justru semakin kabur, tidak memberi kesimpulan utuh terhadap apa yang sebenarnya memicu bencana mematikan itu.
Karena itu, FK3I mendesak langkah konkret negara, bukan sekadar retorika empati.
Desakan Pedas: Bentuk Tim Khusus, Libatkan Ahli dan Lembaga Independen
FK3I Pusat meminta Presiden dan DPR RI segera membentuk Tim Khusus yang bekerja dalam dua jalur utama:
1. Percepatan penyelamatan, pertolongan, dan penanganan pengungsian yang terukur melalui pengawasan ketat terhadap BNPB dan semua pihak terkait.
2. Investigasi menyeluruh atas penyebab bencana, dengan melibatkan ahli independen dan lembaga yang bebas dari konflik kepentingan.
“Kami mendesak Presiden dan Ketua DPR segera bergerak transparan. Negara tidak boleh gagap dan tidak boleh menutup-nutupi fakta lapangan,” ujar Dedi.
Tudingan Serius: Ada Aktor dan Faktor yang Perlu Dibuka ke Publik
FK3I menilai bahwa banjir sebesar itu mustahil terjadi tanpa campur tangan faktor struktural. Kayu gelondongan yang terseret arus, misalnya, mengindikasikan adanya kerusakan hutan yang cukup parah—sesuatu yang selama ini sering dikaburkan dengan dalih badai dan curah hujan.
Dedi menegaskan, “Kami belum bisa memastikan, tetapi rangkaian gejala yang muncul menandakan adanya faktor non-alamiah. Tanpa penyelidikan independen, publik hanya diberi opini, bukan kebenaran.”
Negara Diminta Tidak Menutup Mata
FK3I memandang bahwa penanganan bencana yang dilakukan pemerintah masih reaktif dan tidak menyentuh akar persoalan. Investigasi yang jernih menjadi kunci agar penyebab struktural—baik praktik ilegal, kelalaian kebijakan, maupun kerusakan kawasan hutan—bisa dibongkar.
“Kami mengucapkan belasungkawa yang mendalam untuk para korban. FK3I akan terus bersolidaritas dan membantu sesuai kemampuan kami,” kata Dedi.
Namun ia menutup dengan peringatan keras:
“Bencana ini tidak boleh berhenti pada narasi alam. Negara harus berani membuka faktor dan aktor sebenarnya.” pungkasnya.***
Editor : Deny Surya






