Bandung, BandungOke – Bencana yang menggulung sejumlah wilayah di Sumatra kembali membuka satu kenyataan pahit: ketika alam mengamuk, listrik mati, dan akses runtuh, warga sering kali harus menunggu bantuan datang dari jauh.
Di tengah situasi genting itulah, PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Barat bergerak cepat. Dari Bandung, 32 relawan kelistrikan dikirim bersama peralatan darurat, dua genset 160 kVA dan 100 kVA, lampu emergency, serta donasi Rp240 juta hasil patungan pegawai.
Sebuah operasi kemanusiaan yang jauh melampaui urusan teknis jaringan listrik.
Gerakan ini bukan sebatas memperbaiki kabel putus atau menghidupkan tiang distribusi. Ada pesan yang ingin ditekankan PLN UID Jabar mereka hadir ketika masyarakat kehilangan cahaya—secara harfiah maupun psikologis.
General Manager Sugeng Widodo menegaskan komitmen itu. Menurutnya, PLN datang bukan sebagai operator pembangkit, tetapi sebagai bagian dari solidaritas nasional.
“Kami memastikan masyarakat merasakan kehadiran dan dukungan nyata di saat mereka membutuhkan,” ujarnya.
Para relawan yang berangkat adalah wajah paling nyata dari semangat itu. Hari Setiono, salah satu teknisi yang diterjunkan, menggambarkan keputusan mereka dengan nada emosional.
“Ini bukan sekadar tugas. Banyak keluarga masih mengandalkan listrik darurat. Kami membawa cahaya sekaligus harapan,” katanya.
Kata-kata itu merangkum kenyataan di lapangan: bencana bukan hanya soal rumah roboh, tetapi juga kehidupan yang terhenti di tengah gelap.
Di Sumatra, genset kiriman Jawa Barat kini menjadi sandaran di titik-titik kritis pengungsian, posko kesehatan, dan area pemulihan awal. Lampu emergency yang tampak sederhana menjadi penanda bahwa aktivitas mulai bergerak kembali—perlahan, tetapi pasti.
Sementara donasi ratusan juta rupiah memperkuat kebutuhan dasar warga yang masih bertahan di titik pengungsian.
Apa yang dilakukan PLN UID Jabar menegaskan bahwa pemulihan bukan hanya soal menghidupkan listrik, tetapi menghidupkan ulang rasa percaya diri masyarakat.
Dalam lanskap kebencanaan nasional yang makin sering terjadi, aksi-aksi lintas wilayah seperti ini menjadi indikator penting: negara hadir bukan hanya lewat institusi, tetapi lewat energi kepedulian kolektif.
Di atas puing dan tanah basah Sumatra, relawan PLN membawa pesan yang lebih besar dari sekadar sinyal listrik. Mereka membawa bukti bahwa solidaritas masih menyala—bahkan ketika jaringan distribusi belum.***






