Bandung, BandungOke – Di banyak sudut kota dan desa, derit gesek roda kereta masih menjadi ritme yang menandai aktivitas warga.
Namun di atas rel, PT Kereta Api Indonesia (Persero) sedang menjalankan operasi keselamatan dengan menutup celah-celah yang berpotensi menjadi titik bahaya.
Sepanjang Januari–November 2025, 305 perlintasan sebidang resmi ditutup—angka yang mencerminkan pergeseran strategi KAI dari reaktif menjadi preventif.
Kerja pengamanan itu tak berhenti pada palang yang dipatri. KAI menggelar 1.832 sosialisasi keselamatan, masuk ke 204 sekolah, dan memasang 511 spanduk imbauan bersama railfans serta komunitas kereta.
Ruang publik dihidupkan kembali dengan pesan sederhana namun krusial: berhenti, lihat kanan–kiri, pastikan aman.
“Kami memperkuat edukasi keselamatan agar masyarakat memahami pentingnya kewaspadaan,” ujar VP Corporate Communication KAI, Anne Purba. Nada suaranya konsisten: kampanye keselamatan ini bukan aksesori, tetapi fondasi.
Evaluasi hingga Desember 2025 menunjukkan masih ada 276 titik rawan, terdiri dari 97 perlintasan berpintu dan 179 perlintasan tidak berpintu. Daop 1 Jakarta dan Divre I Sumatra Utara mencatat jumlah kerawanan terbesar. Data ini menjadi rujukan KAI dalam merapatkan barisan pengawasan.
Menyongsong masa libur Natal dan Tahun Baru, KAI mengerahkan 298 Penjaga Jalan Lintasan (PJL) Ekstra. Mereka ditempatkan di titik-titik yang belum dijaga tetapi memiliki arus kendaraan padat. Di persimpangan yang sering kali penuh kejutan, PJL Ekstra menjadi penjaga paling terlihat sekaligus paling senyap.
Secara nasional, Indonesia masih memiliki 3.777 perlintasan sebidang, baik resmi maupun liar. Tugas pengamanan masih panjang, namun langkah-langkah 2025 menunjukkan arah yang semakin tegas.
“Kami mengajak masyarakat berhenti sejenak sebelum melintas. Sederhana, tapi menyelamatkan nyawa,” kata Anne menutup.***






