Bandung, BandungOke – Di Bali Utara, laut tak lagi sekadar hamparan air asin yang menunggu nelayan datang lalu pulang. Ia sedang disiapkan menjadi etalase ekonomi biru, tempat lobster, tuna, kerapu, dan kepiting lahir sebagai komoditas berkelas dunia.
Di atasnya, sebuah bandara laut tengah dibayangkan dan di udara, sebuah pesawat kecil berperan seperti “kapal cepat tanpa ombak” yakni N219 yang siap memangkas waktu pengiriman komoditas laut.
Hari ini, gagasan yang sebelumnya terdengar seperti potongan novel fiksi sains itu diberi bentuk lebih nyata. PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan PT BIBU Panji Sakti menandatangani Nota Kesepahaman pengadaan tiga unit N219 konfigurasi kargo, menjadikannya tulang punggung rantai logistik laut–udara pertama di pesisir Bali Utara.
N219 Ketika Pesawat Menjadi Kapal Kargo Laut
Bayangkan lobster hidup dari keramba Buleleng, kerapu dari Pulau Menjangan, hingga tuna segar dari Selat Bali diangkat bukan dengan truk pendingin yang harus berputar jauh, tetapi langsung oleh feeder aircraft N219 yang bisa mendarat di landasan pendek dan terbang segera menuju bandara laut BIBU Argo Maritim.
Itulah visi besar yang disampaikan Direktur Niaga, Teknologi & Pengembangan PTDI, Moh Arif Faisal.
“N219 memperpendek waktu tempuh logistik, sehingga daya saing produk laut bernilai tinggi makin kuat,” katanya. Selasa (9/12/2025)
Pesawat ini, kata Moh Arif Faisal akan mengumpulkan komoditas dari titik-titik pesisir Bali, lalu meneruskannya ke pesawat berbadan besar untuk ekspor. Dari keramba ke Eropa—tanpa drama keterlambatan.
PT BIBU Panji Sakti, melalui Dirutnya Erwanto S. A. Hariwibowo, menyebut kerja sama ini sebagai penyambung laut–udara yang sudah ditunggu bertahun-tahun.
“Ekosistem Bali Utara sudah siap. Nelayan dan masyarakat akan merasakan manfaatnya langsung,” ujarnya.
Bali Utara: Dari Sentra Hasil Laut ke Pusat Ekspor Berbasis Aerocity
PT BIBU Panji Sakti bukan sekadar pembeli pesawat. Mereka sedang membangun aerocity dan bandara di atas laut, sebuah konsep yang dulu dianggap utopia di 1996 ketika penggiat hasil laut Bali Utara merintis ide distribusi cepat untuk ekspor komoditas premium.
Kini, dengan dukungan PTDI, konsep itu berubah dari blueprint menjadi ekosistem yang terukur dengan : Bandara laut sebagai hub utama, N219 sebagai kapal terbang kargo tercepat dari keramba, Sentra hasil laut yang terkoneksi udara, Rantai dingin yang terintegrasi sejak pesisir, dan Ekspor langsung ke pasar global.
Hal ini bukan, ungkapnya, tak hanya sekadar membangun bandara, melainkan menciptakan koridor ekonomi biru yang menyatukan laut sebagai sumber dan udara sebagai pengantar utama nilai tambah.
N219: Kecil, Lincah, dan Dibutuhkan Pasar Dunia
Pesawat turboprop dua mesin ini memang didesain untuk misi-misi yang menantang. Dari kargo terpencil, penerbangan perintis, hingga misi medis. Status komersial N219 terus naik yakni ; 6 unit untuk Kementerian Pertahanan, 5 unit untuk Republik Demokratik Kongo, 4 unit LoI dari BAKAMLA,
25 unit dari Linkfield Technologies (Cina), serta sejumlah MoU dengan pemerintah daerah.
Di Bali Utara, N219 menemukan fungsi yang lebih spesifik menjadi pengangkut biota laut bernilai tinggi. Di sinilah pesawat dan laut saling bertemu—bukan untuk memperebutkan ruang, tetapi untuk memperpendek jarak nilai ekonomi.
Ekonomi Biru yang Tak Lagi Sekadar Konsep
Ketika keramba di pesisir bisa terhubung langsung dengan pasar global melalui udara, definisi ekonomi biru melompat dari teori menjadi kenyataan.
PTDI, lewat kerja sama dengan PT BIBU Panji Sakti, menempatkan dirinya sebagai pilar baru di sektor yang biasanya jauh dari dunia aviasi.
N219 bukan hanya pesawat. Ia menjadi simbol bahwa masa depan distribusi laut Indonesia tak harus menunggu kapal besar; terkadang ia datang dengan dua baling-baling yang berputar cepat, lalu terbang membawa harapan nelayan ke langit internasional. Dan Bali Utara, tampaknya, sudah siap menyambut babak barunya.***
Editor : Deny Surya






