Bandung, BandungOke– Tren kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Bandung menunjukkan penurunan yang konsisten sejak 2023 hingga 2025.
Pencapaian ini menjadi buah kerja keras pemerintah, tenaga kesehatan, dan partisipasi aktif masyarakat, sekaligus membuktikan efektivitas pengendalian lingkungan dan kesadaran kolektif warga.
Namun, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menegaskan, kondisi membaik tidak boleh membuat warga terlena. Dalam kegiatan Siskamling Siaga Bencana di Kelurahan Rancanumpang, Kecamatan Gedebage, Rabu (17/12/2025), Farhan mengingatkan potensi lonjakan kasus DBD pada tahun-tahun mendatang. Kegiatan tersebut dihadiri ketua RW 1 hingga RW 8 beserta pengurus kewilayahan setempat.
“Alhamdulillah, sejak 2023 sampai 2025 tren DBD di Kota Bandung terus menurun. Bahkan tahun ini tidak ada korban jiwa. Tapi justru di saat kondisi membaik, kita tidak boleh lengah,” ujar Farhan.
Berdasarkan pola epidemiologi, penurunan kasus berturut-turut biasanya diikuti potensi kenaikan pada tahun keempat hingga keenam. Periode 2026 hingga 2028 pun dianggap fase krusial yang perlu diantisipasi sejak dini.
“Kalau kita lengah, potensi kenaikan itu bisa terjadi. Kalau sudah naik, risikonya bukan hanya soal jumlah kasus, tapi juga ancaman keselamatan warga,” ungkap Farhan.
Farhan menekankan peran pengurus RW sebagai garda terdepan pengendalian DBD di lingkungan masing-masing. Kehadiran seluruh ketua RW menjadi modal penting untuk memperkuat koordinasi dan kesadaran kolektif. Masyarakat pun diajak menjadikan kewaspadaan terhadap DBD sebagai bagian dari budaya hidup sehari-hari, bukan sekadar reaksi saat kasus muncul.
“Jangan menunggu ada warga yang sakit dulu. Pencegahan harus menjadi kebiasaan. Kalau semua warga disiplin, kita bisa menekan risiko sejak awal,” kata Farhan.
Pemerintah Kota Bandung juga menghadirkan tenaga medis dari Dinas Kesehatan untuk memberikan edukasi deteksi dini DBD. Gejala awal DBD biasanya berupa demam tinggi, naik-turun meski sudah mengonsumsi obat penurun panas. Warga diimbau segera mendatangi puskesmas tanpa menunggu tanda bahaya seperti bintik merah, muntah berulang, atau perdarahan.
Selain deteksi dini, langkah sederhana dan murah seperti Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) kembali ditekankan. Farhan menekankan penerapan 3M: menguras dan menyikat tempat penampungan air, menutup wadah air, serta mendaur ulang barang bekas yang bisa menjadi sarang nyamuk. Fogging disebutnya bukan solusi utama, melainkan tambahan jika kasus terkonfirmasi.
“DBD memang tidak bisa diberantas sepenuhnya, tapi bisa dikendalikan. Target kita jelas, jangan sampai ada korban jiwa. Itu tanggung jawab kita bersama,” pungkas Farhan.
Melalui penguatan peran warga, edukasi berkelanjutan, dan sinergi lintas sektor, Pemerintah Kota Bandung optimistis menghadapi potensi tantangan DBD ke depan dengan lebih siap dan tangguh.***






