Bandung, BandungOke.com – Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menegaskan perannya sebagai simpul penting ekosistem riset dan inovasi nasional.
Melalui rangkaian PRIMA (Pameran Riset, Inovasi, dan Pengabdian kepada Masyarakat) dan CEO Summit ITB 2025, ITB mencoba menjawab tantangan klasik perguruan tinggi bagaimana memastikan riset tidak berhenti di jurnal, tetapi bergerak menuju industri dan memberi dampak nyata bagi masyarakat.
Kegiatan yang digelar pada 15–16 Desember 2025 ini berlangsung di ITB Innovation Park Bandung Teknopolis serta Aula Timur dan Aula Barat Kampus Ganesha.
PRIMA dan CEO Summit disatukan dalam satu rangkaian sebagai strategi memperpendek jarak antara laboratorium kampus dan kebutuhan dunia usaha, industri, serta kebijakan publik.
Pameran PRIMA menampilkan hasil riset dan inovasi dalam bentuk poster dan produk dari berbagai unit strategis ITB—mulai dari Direktorat Riset dan Inovasi, Direktorat Pengabdian Masyarakat dan Layanan Kepakaran, hingga Direktorat Kawasan Sains dan Teknologi, serta 12 fakultas dan sekolah.
Selain pameran fisik, ITB juga membuka akses galeri virtual untuk memperluas jangkauan publik terhadap karya akademik.
Direktur Kawasan Sains dan Teknologi ITB, Ir. R. Sugeng Joko Sarwono, M.T., Ph.D., menempatkan ITB Innovation Park sebagai tulang punggung strategi hilirisasi riset.
“STP ini dirancang sebagai pusat interaksi ITB dengan sivitas akademika, komunitas, masyarakat, industri, dan pemerintahan, dengan fokus pada kegiatan hilirisasi. Di kawasan ini tersedia fasilitas laboratorium yang dapat dimanfaatkan bersama untuk mendorong kolaborasi riset dan inovasi,” ujarnya dikutip, Rabu (17/12/2025)
Kawasan Science Techno Park (STP) ITB ini diproyeksikan berkembang menjadi kampus kelima ITB dalam kerangka multikampus—sebuah langkah yang menandai pergeseran peran kampus dari pusat pendidikan semata menjadi mesin inovasi berbasis kolaborasi.
Forum Diskusi dan Pameran Inovasi yang menjadi bagian PRIMA diarahkan untuk membaca isu strategis riset nasional dan global. Pendekatan ini menegaskan kesadaran ITB bahwa inovasi tidak dapat dilepaskan dari konteks zaman—baik perubahan teknologi, tuntutan industri, maupun tantangan keberlanjutan.
Sementara itu, CEO Summit ITB 2025 mengangkat tema Deep-Tech untuk Industri dan Manufaktur Hijau serta Bio Industry dan Resilience Tech. Forum ini menghadirkan pemimpin industri dan pengambil kebijakan, termasuk keynote speaker Rosan Roeslani, yang mengusung tema Bersinergi, Menebar Inspirasi, dan Berdampak.
Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi ITB, Prof. Ir. Lavi Rizki Zuhal, Ph.D., menegaskan bahwa kolaborasi menjadi prasyarat mutlak agar riset kampus tidak berhenti sebagai wacana akademik.
“ITB perlu berkolaborasi dengan mitra strategis untuk menghilirkan hasil riset dan inovasi. Oleh karena itu, dibutuhkan ekosistem yang mendukung, dan STP menjadi wahana penting agar proses hilirisasi dapat diteruskan hingga ke masyarakat,” tuturnya.
Menurut Lavi, penggabungan PRIMA dan CEO Summit membuka ruang jejaring yang lebih luas antara peneliti dan pelaku industri, sehingga hasil riset yang dikembangkan di kampus dapat ditingkatkan skalanya melalui pemanfaatan bersama.
Dari sisi reputasi akademik, ITB mencatatkan capaian signifikan sepanjang 2025. Sebanyak 16 dosen ITB masuk dalam daftar Top 2% Scientist in the World: Single Year Impact 2025, disertai berbagai penghargaan nasional seperti Habibie Prize 2025 dan L’Oréal–UNESCO For Women in Science (FWIS) 2025. Capaian ini diperkuat oleh peningkatan publikasi di jurnal internasional bereputasi tinggi.
Dalam ranah inovasi, ITB juga mencatat kemajuan hilirisasi melalui startup, lisensi kekayaan intelektual, dan pendaftaran paten internasional lewat Patent Cooperation Treaty (PCT). Dari total kekayaan intelektual yang dikembangkan, 57 telah dimanfaatkan industri, menandakan arah riset yang semakin aplikatif.
Melalui Program PRIME STeP yang didukung Asian Development Bank (ADB), ITB memperkuat infrastruktur STP, menyalurkan hibah inovasi, dan membina startup. Hingga 2025, ITB telah membina 296 startup, sebagian di antaranya telah memberikan royalti melalui lisensi paten.
Di bidang pengabdian masyarakat, ITB menjalankan 272 kegiatan di 31 provinsi, melibatkan ratusan dosen dan mahasiswa. Program ini diperkuat oleh aplikasi Desanesha, yang memadankan kebutuhan desa dengan kepakaran ITB secara lebih cepat dan terstruktur.
Melalui PRIMA dan CEO Summit 2025, ITB menegaskan arah baru pendidikan tinggi: kampus bukan hanya pusat ilmu, tetapi aktor pembangunan yang aktif—menghubungkan riset, industri, dan masyarakat dalam satu ekosistem berkelanjutan.***






