close
RCAST.NET
HOT
BandungOKE
No Result
View All Result
BandungOKE
No Result
View All Result

Pertanian Tak Pernah Usang, Kuliah Wada Prof Ganjar Kurnia Menggugat Arah Pembangunan

by Denny Surya
17 Desember 2025 - 14:15
Pertanian Tak Pernah Usang, Kuliah Wada Prof Ganjar Kurnia Menggugat Arah Pembangunan

Bandung, BandungOke — Di tengah euforia teknologi digital dan industrialisasi, pertanian kerap dipersepsikan sebagai sektor lama yang pelan dan tertinggal.

Padahal, krisis pangan global, perubahan iklim, hingga ketimpangan antara desa–kota justru menegaskan satu hal yakni pertanian tetap relevan, bahkan semakin mendesak.

RelatedPosts

UPI Kibarkan Merah Putih di SEA Games 2025, Kampus Pendidikan Panen 14 Medali

Muswil APTISI Jabar 2025, Arah Baru PTS Menuju Unggul

SSU ITB 2026 Jadi Peluang Emas Siswa Unggul Masuk Kampus Ternama

Di titik inilah pendidikan tinggi diuji, apakah sekadar mencetak tenaga ahli teknis, atau turut membaca realitas sosial yang melingkupi sawah, petani, dan desa.

Pesan itu mengemuka dalam Kuliah Wada Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA, bertajuk “Membumikan Teori Sosiologi untuk Mengkaji, Memahami, dan Bertindak”, yang digelar di Grha Sanusi Hardjadinata, Kampus Iwa Koesoemasoemantri Universitas Padjadjaran, Rabu, 17 Desember 2025.

Bagi Ganjar, sosiologi, khususnya sosiologi pedesaan dan pertanian bukan sekadar perangkat teori, melainkan alat kritis untuk membaca realitas petani, relasi kuasa, serta dampak pembangunan.

Ia menegaskan bahwa pembangunan pertanian tak bisa direduksi menjadi urusan produksi dan angka statistik semata.

“Pendekatan metamodernisme membuka ruang untuk mengatakan, kita tetap memerlukan ilmu agronomi, teknologi irigasi, data produksi, dan kebijakan pangan yang terencana, namun semua itu harus dirancang dalam dialog petani, menghargai keanekaragaman lokal, keadilan agraria, dan keberlanjutan ekologis,” ujar Prof. Ganjar.

Dalam perspektif pendidikan, gagasan itu menjadi kritik halus terhadap cara kampus memosisikan pertanian. Ilmu pertanian, menurut Ganjar, harus dibaca sebagai proses sosial yang memengaruhi relasi kuasa, struktur kepemilikan lahan, hingga nasib petani kecil. Karena itu, sosiologi pedesaan menjadi fondasi agar kebijakan pertanian tidak lahir dari ruang hampa.

“Sosiologi mengajarkan bahwa antara landasan, cara, dan tujuan haruslah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hal seperti ini berlaku umum di dalam seluruh kehidupan,” katanya.

Kuliah wada, kuliah terakhir menjelang purnabakti, dimaknai Ganjar sebagai ruang refleksi akademik. Bukan penutup, melainkan penanda bahwa gagasan ilmiah justru harus terus hidup di luar masa jabatan formal.

Perjalanan akademiknya, dari Fakultas Pertanian Unpad hingga meraih doktor sosiologi di Universitas Paris X Nanterre, membentuk pandangan bahwa pertanian tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan, keadilan sosial, dan keberlanjutan ekologi.

Rektor Unpad Prof. Arief S. Kartasasmita menilai pemikiran Ganjar sebagai warisan intelektual yang melampaui usia pensiun.

“Usia pensiun hanyalah angka dan administratif saja, karena menurut saya, pemikiran Prof. Ganjar juga hal-hal yang diwariskan akan terus abadi di antara kita semua,” ujarnya.

Nada serupa disampaikan Ketua Senat Akademik Unpad Prof. Dr. dr. Yoni Fuadah Syukriani, M.Si., DFM. Ia menegaskan bahwa pengabdian pendidik tidak mengenal titik akhir.

“Kegiatan ini diadakan untuk menyerap inti sari dari kearifan dan pengalaman Prof. Ganjar,” katanya.

Dalam konteks lebih luas, kuliah wada ini menegaskan kembali posisi pertanian sebagai simpul strategis pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) mulai dari pendidikan berkualitas (SDG 4), pekerjaan layak (SDG 8), kota dan permukiman berkelanjutan (SDG 11), hingga perlindungan ekosistem daratan (SDG 15).

Pendidikan pertanian, dengan demikian, bukan sekadar urusan kampus, tetapi bagian dari upaya menjaga keberlanjutan hidup bersama.

Ketika pembangunan kerap melaju tanpa mendengar suara desa, pesan Prof. Ganjar menjadi pengingat, pertanian tidak pernah usang.

Yang sering tertinggal justru cara pandang kita dalam merumuskannya. Dan di sanalah pendidikan dituntut hadir untuk senantiasa membaca, mengkritik, dan bertindak.***

Tags: desakebijakan panganpembangunan berkelanjutanpendidikan tinggipertanianpetaniProf Ganjar KurniaSDGssosiologi pedesaanUniversitas Padjadjaran
Share222Tweet139Share56

Trending

Stasiun Tanjung Balai Seabad Melayani, Urat Nadi Mobilitas Sumut
Kota Bandung

H+9 Nataru Bandung Padat Wisatawan, Stasiun Jadi Pusat Mobilitas Ekonomi Kota

12 jam ago
10 Stasiun Favorit Wisman 2025: Yogya hingga Solo Balapan Ramai Turis Kereta
Jawa Barat

372 Ribu Pengguna Nataru, Commuter Line Bandung Perkuat Arus Wisata dan Urban Mobility

1 hari ago
Stasiun Bandung dan Kiaracondong Jadi Simpul Utama Nataru
Jawa Barat

Stasiun Bandung dan Kiaracondong Jadi Simpul Utama Nataru

1 hari ago
Bandung Terancam Krisis Sampah Januari, Pemkot Ajukan Tambahan Anggaran Rp90 Miliar
Kota Bandung

Bandung Terancam Krisis Sampah Januari, Pemkot Ajukan Tambahan Anggaran Rp90 Miliar

1 hari ago
Diduga Bom di Kosambi, Farhan Tegaskan Aparat Sudah Tangani Serius
Kota Bandung

Pengamanan Natal Bandung Diklaim Kondusif, Farhan Soroti Makna Kesederhanaan dan Ruang Toleransi

1 hari ago
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Kota Bandung
  • Jawa Barat
  • Hukrim
  • Pendidikan
  • Gaya Hidup
  • Ragam