Bandung, BandungOke — Ketika banjir menyisakan lumpur, luka, dan kecemasan di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, dua mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) memilih meninggalkan ruang kuliah untuk hadir di garis depan kemanusiaan.
Dengan bekal ilmu dan empati, mereka ikut turun langsung menangani korban bencana, menyatu dalam Tim Relawan Tenaga Medis dan Kesehatan UPI.
Keduanya adalah Ogi Permana, mahasiswa Program Profesi Ners Angkatan 2025, serta Mokh Rakhmad Abadi, mahasiswa Program Doktor (S3) Pendidikan Olahraga Angkatan 2025.
Bersama sepuluh dosen lintas fakultas, mereka dilepas secara resmi oleh Rektor UPI Prof. Dr. H. Didi Sukyadi, M.A. di Gedung Rektorat UPI, Selasa, 16 Desember 2025.
Bagi Ogi, keberangkatan ke Langkat bukan sekadar perjalanan relawan, melainkan perjumpaan langsung antara ilmu keperawatan dan realitas penderitaan warga pascabencana.
“Keikutsertaan saya sebagai relawan merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat sekaligus implementasi ilmu keperawatan yang telah saya pelajari. Saya ingin memberikan kontribusi nyata dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat terdampak bencana,” ujar Ogi dikutip Kamis (18/12/2025)
Di lokasi bencana, Ogi akan terlibat dalam pemeriksaan kesehatan dasar, pendampingan medis, serta membantu penanganan keluhan warga yang hidup di tengah keterbatasan pascabanjir. Ia menyadari tantangan di lapangan tidak ringan.
“Akses ke lokasi kemungkinan terbatas karena dampak banjir. Selain itu, kondisi lingkungan pascabencana bisa meningkatkan risiko penyakit infeksi seperti diare dan penyakit kulit,” katanya.
Namun, keterbatasan itu justru menguji kesiapan seorang calon perawat. Ogi mengaku telah menyiapkan diri secara akademik dan mental, berbekal mata kuliah keperawatan bencana dan kegawatdaruratan.
“Selain bekal ilmu, saya juga mempersiapkan kondisi fisik, mental, serta doa,” tambahnya lirih.
Sementara itu, kehadiran Mokh Rakhmad Abadi menegaskan bahwa pemulihan pascabencana membutuhkan peran lintas disiplin.
Sebagai mahasiswa doktoral Pendidikan Olahraga, ia membawa perspektif kesehatan fisik, kebugaran, dan edukasi tubuh sebagai bagian dari proses pemulihan masyarakat terdampak.
Keduanya tidak berangkat sendiri. Di balik keputusan itu, ada restu keluarga yang semula diliputi kecemasan.
“Orang tua awalnya khawatir, tetapi setelah dijelaskan tujuan kegiatan, sistem pendampingan, dan pengawasan dari institusi, mereka mendukung penuh,” ujar Ogi.
Keikutsertaan Ogi dalam tim relawan disebutnya sebagai amanah institusi. Sebuah kesempatan belajar yang tak tertulis di silabus.
“Kesempatan ini merupakan amanah. Saya merasa ini menjadi pengalaman berharga untuk menumbuhkan empati, kepedulian sosial, dan profesionalisme sebagai calon perawat,” katanya.
Pelepasan dua mahasiswa ini menandai wajah lain pendidikan tinggi: ketika kampus tidak hanya mencetak pengetahuan, tetapi juga keberanian untuk hadir di tengah krisis.
Di Langkat, Ogi dan Mokh Rakhmad tidak sekadar membawa identitas mahasiswa UPI, melainkan harapan bahwa ilmu yang dipelajari di bangku kuliah dapat menjadi cahaya kecil bagi mereka yang sedang berjuang bangkit dari bencana.***






