Bandung, BandungOke – Di tengah gegap gempita modernisasi alutsista, satu persoalan mendasar kerap luput dari sorotan. Siapa yang mengendalikan “otak” sistem pertahanan nasional?
Di sinilah PT Len Industri (Persero) menempatkan dirinya—sebagai integrator teknologi, penghubung lintas matra, sekaligus penjaga kedaulatan sistem yang bekerja di balik layar.
Len mengusung ASTA CITA Len sebagai pedoman strategis perusahaan, selaras dengan agenda nasional penguatan industri pertahanan.
Namun, di tengah ketergantungan panjang Indonesia pada teknologi impor, pertanyaannya bukan lagi seberapa canggih sistem yang digunakan, melainkan seberapa mandiri kemampuan bangsa menguasai dan mengembangkan teknologi itu sendiri.
Fokus Len pada penguasaan C4ISR, sistem komando dan kendali, komunikasi militer terenkripsi, combat management system, hingga tactical data link menandai pergeseran penting.
Dalam peperangan modern, keunggulan tak ditentukan oleh platform paling mahal, tetapi oleh integrasi, kecepatan data, dan kendali informasi.
Tanpa penguasaan teknologi ini, modernisasi alutsista berisiko hanya menjadi etalase, canggih di permukaan, rapuh di kendali.
“Len mungkin tidak selalu tampak di permukaan sebuah produk, tetapi perannya sangat menentukan,” ujar Dewanda Dwi Putera, Senior General Manager Corporate Secretary PT Len Industri. Dikutip Jumat (19/12/2025)
Pernyataan ini justru menegaskan posisi krusial Len, jika integrasi gagal, seluruh sistem ikut lumpuh.
Namun tantangannya tidak kecil. Integrasi lintas matra mensyaratkan standar terbuka, interoperabilitas nyata, serta penguasaan source code dan arsitektur sistem.
Tanpa itu, ketergantungan pada vendor asing hanya bergeser bentuk, dari pembelian alat ke ketergantungan sistemik.
Pengembangan motor listrik taktis SPRINT dan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) menjadi upaya memperluas spektrum kapabilitas domestik.
Tapi pertanyaannya tetap sama, apakah
teknologi ini telah mencapai tingkat kemandirian yang memungkinkan produksi massal, pemeliharaan mandiri, dan pengembangan lanjutan tanpa lisensi asing? Inilah ujian keberlanjutan yang sering luput dari narasi inovasi.
Senior Vice President Business Development & Global Partnership PT Len Industri, Sena Maulana, menegaskan bahwa ASTA CITA Len diarahkan untuk membangun fondasi kapabilitas teknologi jangka panjang.
Pernyataan ini penting, mengingat penguatan komponen utama pertahanan merupakan program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
Namun, fondasi hanya bermakna jika diikuti investasi serius pada riset, penguasaan SDM, dan keberanian memutus ketergantungan lama.
ASTA CITA Len memang diselaraskan dengan ASTA CITA Presiden yakni kemandirian teknologi, penguatan industri nasional, dan pembangunan SDM sains dan teknologi.
Tetapi sejarah industri pertahanan Indonesia menunjukkan bahwa visi besar kerap kandas di tahap eksekusi, terjebak pada proyek jangka pendek dan tekanan kebutuhan instan.
Di titik ini, Len berada pada persimpangan strategis. Apakah ASTA CITA Len akan menjadi peta jalan menuju kedaulatan teknologi pertahanan, atau sekadar dokumen strategis yang nyaman dikutip namun sulit diukur dampaknya?
Jawabannya bukan pada slogan inovasi tanpa henti, melainkan pada konsistensi membangun sistem yang benar-benar dikuasai sendiri mulai dari arsitektur, algoritma, hingga sumber daya manusianya.
Tanpa itu, integrasi teknologi hanya akan menjadi ketergantungan yang dirakit lebih rapi.***






