Bandung, BandungOke — Menjelang puncak libur Natal dan Tahun Baru, Pemerintah Kota Bandung menerapkan sejumlah langkah pengendalian keramaian: patroli tegas parkir liar, larangan petasan dan kembang api, pembukaan terbatas Alun-alun, hingga penutupan total Teras Cihampelas pada malam pergantian tahun.
Di satu sisi, kebijakan ini menunjukkan kehati-hatian pemerintah menghadapi lonjakan wisatawan. Di sisi lain, ia juga memperlihatkan rapuhnya kesiapan ruang publik Bandung menghadapi tekanan mobilitas musiman.
Patroli parkir liar digelar selama sepekan. Kasus penindakan di kawasan Braga dijadikan contoh bahwa hukum berjalan. Namun fakta bahwa operasi khusus perlu digelar setiap musim liburan menegaskan satu hal: penataan transportasi perkotaan masih reaktif, bukan sistemik.
Larangan petasan dan kembang api kembali ditegaskan. Pengawasan difokuskan pada titik keramaian — Sumarecon Mall Bandung, Pasupati, dan kawasan wisata utama. Kebijakan ini penting untuk keselamatan, tetapi juga menyiratkan ketergantungan pada pengawasan manual, bukan pada pengendalian berbasis desain kota.
Keputusan paling tegas ialah penutupan total Teras Cihampelas karena kekhawatiran terhadap kekuatan struktur. Langkah ini menyelamatkan risiko jangka pendek, sekaligus memunculkan pertanyaan kritis:
bagaimana standar kelayakan ruang publik diterapkan?
apakah evaluasi dilakukan berkala, atau hanya saat tekanan massa meningkat?
sejak kapan struktur dinilai tidak aman?
Bandung memang menjadi kota tujuan utama wisata. Namun kota wisata menuntut prasyarat: ruang publik yang kuat, aman, inklusif, dan tahan tekanan — bukan ruang yang harus ditutup ketika keramaian datang.
Di balik slogan kota ramah wisata, kebijakan Nataru tahun ini mengingatkan satu realitas: keteraturan Bandung masih bertumpu pada patroli, bukan pada tata kelola yang permanen.
Yang mendesak bukan sekadar menjaga liburan tetap aman, tetapi membangun kota yang siap menghadapi keramaian kapan saja — bukan hanya ketika musim wisata tiba.
Jika Anda ingin versi lebih panjang dengan sudut ekonomi perkotaan, atau tambahan kutipan interpretatif ala Tempo, beri tahu — saya bisa mempertajamnya lagi.***






