Bandung, BandungOke — Pemerintah Kota Bandung mengajukan tambahan anggaran Rp90 miliar untuk penanganan sampah.
Permintaan itu kini menunggu persetujuan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Di balik angka tersebut, terselip peringatan keras dari Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan: tanpa tambahan dana, kota ini terancam memasuki fase krisis sampah mulai 12 Januari 2026 — dan berpotensi membesar menjadi bencana lingkungan pada April.
Pernyataan Farhan tidak hanya menggambarkan kondisi darurat, tetapi juga membuka kembali sorotan lama atas rapuhnya tata kelola persampahan Kota Bandung.
Dalam satu dekade terakhir, Bandung berkali-kali berjalan di tepi krisis akibat ketergantungan pada TPA regional, minimnya infrastruktur pengolahan, serta lemahnya pembatasan sampah dari sumber.
Farhan mengaku Pemkot hanya memiliki 10–14 hari jendela waktu untuk memastikan langkah penanganan berjalan bertahap dan terukur. Artinya, krisis bukanlah ancaman jangka panjang — melainkan hitungan mingguan.
Di sisi lain, alokasi anggaran pembangunan fisik juga memantik pertanyaan. Farhan menyebut anggaran perbaikan jalan Rp170 miliar, namun bila digabung dengan trotoar, drainase, PJU, dan penataan kabel bawah tanah, total belanja infrastruktur mencapai sekitar Rp400 miliar atau mendekati 7–10 persen APBD.
Bandung seakan berdiri pada pilihan sulit: memperkuat infrastruktur kota, atau mengamankan layanan dasar seperti pengelolaan sampah.
Tambahan anggaran Rp90 miliar itu diajukan setelah evaluasi APBD 2026 oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Farhan menegaskan, proses penyesuaian tetap dibahas bersama DPRD — termasuk penataan ulang dana hibah yang selama ini banyak menyentuh kesejahteraan guru PAUD, SD, SMP swasta, serta tenaga non-ASN.
“Pesan Gubernur bukan dikurangi, tapi ditata ulang,” kata Farhan — sebuah sinyal bahwa problem Bandung bukan sekadar kekurangan uang, melainkan prioritas kebijakan yang perlu diperbaiki.
Pertanyaan kritisnya: mengapa kota sebesar Bandung masih berkali-kali berada di ambang krisis sampah?
Tambahan anggaran mungkin meredam situasi dalam jangka pendek. Namun tanpa reformasi struktural — mulai dari reduksi sampah di hulu, investasi fasilitas pengolahan, tata kelola yang transparan, hingga pengawasan penggunaan anggaran — ancaman krisis hanya akan datang kembali pada siklus berikutnya.
Bandung sedang diuji. Bukan hanya pada kemampuan mengangkut sampah, tetapi pada kematangan tata kelola kota.***






