BANDUNG OKE – Arfi Rafnialdi berpendapat
Walikota Bandung mendatang jangan terjebak pada hal-hal yang teknis. Adalah benar pemimpin harus mampu memberi solusi atas kemacetan, sampah, ataupun kesemrawutan PKL, namun, tegasnya, jangan abaikan hal filosofis pengembangan budaya dan peradaban.
“Pengembangan nilai adab dan budaya kerap diabaikan oleh para pemimpin. Padahal saya meyakini, adab itu harus mendahului ilmu. Karena pembangunan mestinya berakar dari budaya dan identitas warganya,” kata Arfi dalam Serial Diskusi Pilkada 2024 bertajuk “Mencari Pemimpin Pilihan Rakyat” di Jalan Maskumambang 39 Bandung. Minggu, 23 Juni 2024.
Arfi yang mendapat surat tugas dari DPP Partai Golkar untuk meraih dukungan sebagai Calon Walikota Bandung, menjadi narasumber dalam acara tersebut bersama pembicara lainya yakni Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Barat Iu Rusliana dan Ketua Umum Perhimpunan Indonesia Tionghoa Jawa Barat (INTI JABAR) Leon Hanafi.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua INTI Jabar Leon Hanafi mengatakan Kota Bandung membutuhkan pemimpin yang punya visi budaya dan ekonomi mumpuni.
“Kami dari etnis Tionghoa tak mempermasalahkan siapapun yang akan jadi pemimpin di Kota Bandung, dari partai manapun, dari etnis apapun. Namun hanya ingin hidup tertib, aman, damai dan berusaha cari nafkah dengan tenang, seraya hidup berdampingan dengan etnis apapun,” katanya.
Dikatakan, pemimpin yang baik bukan sekadar mampu melayani masyarakat. “Melayani saja tak cukup. Bahkan jangan sampai melayani mereka yang parasit hanya meminta-minta bantuan dan proyek. Jangan sampai masyarakat jadi manja. Buatlah agar masyarakat berdaya secara ekonomi, berbudaya dan beradab.”
“Kita harus punya akar budaya yang kuat. Kalau pemimpin itu harus bisa merawat akar keadaban. Kalau peradaban rusak, semua rusak. Jika nasyarakat tak beradab, itu tanda pimpinan gagal. Selama ini pemimpin di Kota Bandung tak merawat. Budaya Sunda semakin disingkirkan,” tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris PW Muhammadiyah Iu Rusliana, menyoroti soal penanganan PKL yang belum optimal di Kota Bandung, sehingga berharap ada Walikota yang concern mengatasi hal ini.
“Para PKL memang sareukseuk, sumber kekumuhan. Tapi mereka adalah manusia-manusia yang harus diberdayakan, diberi ruang untuk mengembangkan usahanya. Jangan sampai mereka hanya dikejar-kejar untuk ditertibkan, tapi urusan perutnya diabaikan,” tandas Iu.
Walikota mendatang, lanjutnya, seyogianya mampu membuat konsep yang holistik yang meningkatkan harkat dan martabat PKL, namun sekaligus menjadikan kota ini bersih, tertib, indah.
Acara yang digagas Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jabar ini bekerjasama dengan PW Muhammadiyah Jabar, Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) dan Kadin Jabar. Diskusi akan berlangsung setiap hari Minggu petang, hingga awal November mendatang.***






