BandungOke – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, Uum Umiati tak menampik jika kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, di Kota Bandung tertinggi se-Jawa Barat.
“Kasus kekerasan terhadap perempuan di Kota Bandung dalam lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. pada tahun 2022 mengalami kenaikan, tetapi pada tahun 2023 mengalami penurunan. Berbeda dengan kasus kekerasan terhadap anak yang tidak pernah turun, justru naik.” kata Uum dalam Seminar “Pencegahan Tindak kekerasan Kepada Perempuan dan Anak di Kota Bandung Tahun 2024” di Hotel Oakwood Merdeka Bandung, Kamis 5 Desember 2024.
Oleh karenanya, kata Uum, Pemkot Bandung akan terus berupaya mencegah, mengendalikan, dan menekan tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kami optimis Pemkot Bandung mampu menciptakan kota yang lebih ramah dan mendukung kesejahteraan perempuan dan anak,” harapnya.
Uum menuturkan, untuk memperkuat peran serta masyarakat dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender, mendorong kesejahteraan perempuan dan meperkuat perlindungan anak maka dibentuklah Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa).
“Forum Puspa ini bertujuan untuk memperkuat peran serta masyarakat dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender, mendoong kesejahteraan perempuan dan meperkuat perlindungan anak,” katanya.
Ketua Forum Puspa Kota Bandung, Salmiah Rambe mengatakan, Forum Puspa Kota Bandung mempunyai visi mewujudkan kesejahteraan perempuan dan anak menuju Kota Bandung ramah perempuan dan peduli anak.
Sedangkan misinya adalah, meningkatkan partisipasi publik dalam pemberdayaan perempuan dan pemenuhan hak anak; mendorong penguatan kelembagaan yang berprespektif pemberdayaan perempuan; serta melakukan monitoring dan keberlanjutan program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
“Sebagai organisasi yang masih muda, Forum Puspa Kota Bandung telah merancang sejumlah program kerja, di antaranya “Pendampingan Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA)’, ‘Pembentukan Forum Puspa Tingkat Kelurahan’, ‘Sosialiasasi dan Advokasi Hak Perempuan dan Anak’, ‘Pelatihan Kewirausahaan Perempuan’, ‘Peningkatan Kapasitas Perempuan dalam Keluarga dan Pengasuhan’, ‘Layanan Konseling untuk Orangtua Anak’, dan ‘Sosialisasi Melalui Sosial Media’.
Sementara itu, narasumber pertama, Dadi Suhanda mengatakan, pendekatan perlindungan anak di perkotaan melibatkan tiga aspek utama: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Integrasi ketiga aspek ini penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung tumbuh kembang anak.
Perlindungan berbasis keluarga dengan memperkuat peran keluarga sebagai lini pertama perlindungan anak melalui edukasi dan dukungan.
Perlindungan bebasis sekolah dengan menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan responsif terhadap kebutuhan perlindungan anak.

Perlindungan berbasis masyarakat dengan membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam melindungi anak-anak di lingkungan perkotaan.
Narasumber kedua, Evie Dewi Susantiany mengatakan, kekerasan terhadap perempuan dan anak bisa dicegah. Dalam rumah tangga ia menyarankan untuk menerapkan musyawarah dan menghindari komunikasi yang merendahkan.
Dalam Pendidikan, Evie menganjurkan untuk mengajarkan empati dan menghindari disiplin dengan kekerasan. Dalam masyarakat, Evie menyebutkan bisa dilakukan dengan memberikan edukasi dan membangun kesadaran publik serta pengembangan program pencegahan kekerasan berbasis agama.
Evie menyarankan, setiap keluarga mempunyai visi misi keluarga, membangun komunikasi efektif dan positif, menjaga ibadan dan spiritual keluarga, serta menjadikan rumah sebagai tempat ternyaman bagi seluruh keluarga.
Evie juga menyebutkan bahwa masyarakat harus mengetahui penanganan bagi korban kekerasan. “Bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan, laporkan ke Lembaga anti-KDRT, cari dukungan dari keluarga atau sahabat, dan konsultasi pada ahli jika sudah berdampak pada Kesehatan mental,” katanya.
“Untuk anak-anak, jika mereka sebagai korban, maka lakukan validasi emosinya. Jika anak sebagai pelaku, maka edukasi dengan nilai-nilai Islam. Baik anak sebagai korban maupun pelaku, sebaiknya konsultasu pada ahli jika sudah berdampak pada Kesehatan mental,” katanya.
Seperti diketahui, Seminar “Pencegahan Tindak kekerasan Kepada Perempuan dan Anak di Kota Bandung Tahun 2024” merupakan kerjasama antara DP3A Kota Bandung bersama Forum Puspa Kota Bandung ini, dihadiri oleh puluhan organisasi/komunitas perempuan dan majelis taklim di Kota Bandung.***